BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Hakikat Bahasa
Hakikat bahasa mengacu pada pembicaraan sistem/struktur atau Langue, sedangkan fungsi bahasa menyangkut pula pembicaraan proses atau parole (Saussure, 1993, Kleden, 1997:34).
Hubungan kedekatan yang tidak dapat dipisahkan antara sistem dengan proses ini dilukiskan oleh Kleden dengan kalimat: ’Tanpa proses sebuah struktur (sistem) akan mati, tanpa struktur (sistem) proses akan kacau’. Jadi, antara hakikat bahasa dan fungsi bahasa itu sendiri merupakan suatu konsep dua fungsi bahasa
Tarigan (1990:2-3) mengemukakan adanya delapan prinsip dasar hakikat bahasa, yaitu (1) bahasa adalah suatu sistem, (2) bahasa adalah vokal, (3) bahasa tersusun daripada lambang-lambang arbitrari, (4) setiap bahasa bersifat unik, (5) bahasa dibangun daripada kebiasaan-kebiasaan, (6) bahasa ialah alat komunikasi, (7) bahasa berhubungan erat dengan tempatnya berada, dan (8) bahasa itu berubah-ubah.
Pendapat ini tidak berbeda dengan yang dikatakan Brown juga dalam Tarigan (1990:2-3) yang apabila dilihat banyak sekali persamaan gagasan mengenai bahasa itu walaupun dengan kata-kata yang sedikit berbeda. Berikut ini merupakan hakikat bahasa menurut pendapat Brown yang juga dikutip dari Tarigan (1990:4), iaitu (1) bahasa adalah suatu sistem yang sistematik, barang kali juga untuk sistem generatif, (2) bahasa adalah seperangkat lambanglambang arbitrari, (3) lambang-lambang tersebut, terutama sekali bersifat vokal tetapi mungkin juga bersifat visual, (4) lambang-lambang itu mengandung makna konvensional, (5) bahasa dipergunakan sebagai alat komunikasi, (6) bahasa beroperasi dalam suatu masyarakat bahasa atau budaya, (7) bahasa pada hakikatnya bersifat kemanusiaan, walaupun mungkin tidak terbatas pada manusia sahaja, (8) bahasa diperoleh semua orang/bangsa dengan cara yang hampir/banyak persamaan dan (9) bahasa dan belajar bahasamempunyai ciri kesejagatan. Bahasa dapat dilihat daripada dua aspek, iaitu hakikat dan fungsinya (Nababan, 1991:46).
1.2. Asal Usul Bahasa
Asal Usul bahasa pada spesies manusia adalah suatu topik yang didiskusikan secara luas. Walaupun begitu, tidak ada konsensus mengenai asal awal atau waktu awalnya. Bukti empiris sangat terbatas, dan banyak ilmuwan terus menganggap semua topik secara keseluruhan tidak cocok untuk dipelajari secara serius. Pada tahun 1866, Linguistic Society of Paris sampai melarang debat mengenai subjek tersebut -- sebuah larangan yang masih tetap berpengaruh diantara dunia barat sampai akhir abad 20. Sekarang, ada banyak hipotesis mengenai bagaimana, kenapa, kapan dan dimana bahasa mungkin pertama kali muncul. Ia tampaknya tidak begitu banyak kesepakatan pada saat sekarang dibandingkan seratus tahun lalu, saat teori evolusi Charles Darwin lewat seleksi alamnya menimbulkan banyak spekulasi mengenai topik ini. Sejak awal 1990-an, sejumlah linguistik, arkeologis, psikologis, antropolog, dan ilmuwan profesional lainnya telah mencoba untuk menelaah dengan metoda baru apa yang mereka mulai pertimbangkan sebagai 'permasalahan ter sulit dalam sains'.
Pendekatan terhadap asal usul bahasa dapat dibagi berdasarkan asumsi dasarnya. 'Teori Keberlanjutan' yaitu berdasarkan ide bahwa bahasa sangat kompleks sehingga tidak dapat dibayangkan ia timbul begitu saja dari ketiadaan menjadi bentuk akhir seperti sekarang: ia pastinya berkembang dari sistem pre-linguistik awal diantara leluhur primata kita. 'Teori Ketak berlanjutan' yaitu berdasarkan ide yang berlawanan -- bahwa bahasa adalah sangat unik, sebuah sifat yang tidak dapat dibandingkan dengan apapun yang ditemukan pada spesies selain manusia dan oleh karena ia pasti muncul secara tiba-tiba selama perjalanan evolusi manusia. Perbedaan lainnya yaitu antara teori yang melihat bahasa sebagai bawaan lahir yang ter-sandi secara genetis, dan mereka yang melihatnya sebagai sebuah sistem yang secara umum kultural -- dipelajari lewat interaksi sosial.
Sebuah hipotesis tentang teori bahasa yang didukung oleh Darwin (1809-1882) menyatakan bahwa bahasa hakikatnya lisan dan terjadi secara evolusi, yakni berawal dari pantomime-mulut di mana alat-alat suara seperti lidah, pita suara, larynk, hidung, vocal cord dan sebagainya secara reflek berusaha meniru gerakan-gerakan tangan dan menimbulkan suara. Suara-suara ini kemudian dirangkai untuk menjadi ujaran (speech) yang punya makna. Masih menurut Darwin kualitas bahasa manusia dibanding dengan suara binatang hanya berbeda dalam tingkatannya saja. Artinya, perbedaan antara bahasa manusia dan suara binantang itu sangat tipis, sampai-sampai ada sebagian yang berpendapat bahwa binatang juga berbahasa. “All social animals communicate with each other, from bees and ants to whales and apes, but only humans have developed a language which is more than a set of prearranged signals”. .
Bahasa manusia seperti halnya manusia sendiri yang berasal dari bentuk yang sangat primitif berawal dari bentuk ekspresi emosi saja. Contohnya, perasaan jengkel atau jijik diekspresikan dengan mengeluarkan udara dari hidung dan mulut, sehingga terdengar suara “pooh” atau “pish”. Oleh Max Miller (1823-1900), seorang ahli filologi dari Inggris kelahiran Jerman, teori ini disebut poo-pooh theory, kendati Miller sendiri tidak setuju dengan pendapat Darwin (Alwasilah, 1990: 3).
Sebagian yang lain berpendapat bahwa bahasa awalnya merupakan hasil imajinasi orang dengan melihat cara jenis-jenis hewan atau serangga tertentu berkomunikasi. Misalnya, kumbang menyampaikan maksud kepada sesamanya dengan mengeluarkan bau dan menari-nari di dalam sarangnya. Semut berkomunikasi dengan antenenya.
Ada juga teori “bow-wow” yang mengatakan bahwa bahasa muncul sebagai tiruan bunyi-bunyi yang terdengar di alam, seperti nyanyian burung, suara binatang, suara guruh, hujan, angin, ombak sungai, samudra dan sebagainya, sehingga teori ini disebut echoic theory. Jadi tidak berevolusi sebagaimana aliran teori Darwinian di atas. Menurut teori “bow-wow” ada relasi yang jelas antara suara dan makna, sehingga bahasa tidak bersifat arbitrer. Misalnya, dalam bahasa Indonesia ada kata-kata seperti: menggelegar, bergetar, mendesis, merintih, meraung, berkokok dan sebagainya. Contoh lainnya, misalnya, oleh sebagian masyarakat anjing disebut sebagai “bow-wow” karena ketika menyalak suaranya terdengar “bow-wow”. Dengan berpikir praktis, orang menamai binatang yang menyalak itu sebagai “bow-wow”.
Mirip teori “bow-wow”, ada juga teori “ding-dong” atau disebut nativistic theory, yang dikenalkan oleh Muller, yang mengatakan bahwa bahasa lahir secara alamiah. Teori ini sama dengan pendapat Socrates bahwa bahasa lahir secara alamiah. Menurut teori ini manusia memiliki kemampuan insting yang sangat istimewa dan tidak tidak dimiliki oleh makhuk yang lain, yakni insting untuk mengeluarkan ekspresi ujaran ketika melihat sesuatu melalui indranya. Kesan yang diterima lewat bel bagaikan pukulan pada bel hingga melahirkan ucapan yang sesuai. Misalnya, sewaktu manusia primitif dulu melihat serigala, maka secara insting terucap kata “Wolf”.
Ada juga teori “pooh-pooh” yang mengatakan pada awalnya bahasa merupakan ungkapan seruan keheranan, ketakutan, kesenangan, kesakitan dan sebagainya. Ada teori “yo-he-ho” yang mengatakan bahasa pertama timbul dalam suasana kegiatan sosial di mana terjadi deram dan gerak jasmani yang secara spontan diikuti dengan munculnya bahasa. Misalnya, ketika sekelompok orang secara bersama-sama mengangkat kayu atau benda berat, secara spontan mereka akan mengucapkan kata-kata tertentu karena terdorong gerakan otot.
Ada juga teori “seng-song” yang mengatakan bahasa berawal dari nyanyian primitif yang belum terbentuk oleh kelompok masyarakat. Selanjutnya nyanyian tersebut dipakai untuk menyampaikan maksud atau pesan dan membentuk struktur yang teratur walau sangat sederhana. Nenek moyang kita jutaan tahun lalu berbahasa dengan kosa kata dan tatabahasa yang sangat terbatas. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, sistem lambang ini pun berkembang hingga akhirnya lahir bahasa tulis. Lewat bahasa tulis, peradaban manusia berkembang menjadi demikian pesat. Dengan demikian, bahasa terbentuk dan berkembang secara evolutif
Kendati teori tentang asal mula bahasa masih kabur dan demikian beragam, dari yang bersifat mitos, religius, mistis sampai yang agak ilmiah, menurut Hidayat (1996: 29) secara garis besar terdapat tiga perspektif teoretik mengenai asal usul bahasa, yakni teologik, naturalis, dan konvensional. Aliran teologik umumnya menyatakan bahwa kemampuan berbahasa manusia merupakan anugerah Tuhan untuk membedakannya dengan makhluk ciptaanNya yang lain. Dalam al Qur’an (2: 31) Allah dengan tegas memerintahkan Adam untuk memberi nama benda-benda (tidak menghitung benda). Para penganut aliran ini berpendapat kemampuan Adam untuk memberi nama benda disebut tidak saja sebagai peristiwa linguistik pertama kali dalam sejarah manusia, tetapi juga sebuah peristiwa sosial yang membedakan manusia dengan semua makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Tak bisa dipungkiri bahasa kemudian menjadi pembeda yang sangat jelas antara manusia (human) dengan makhluk yang bukan manusia (non-human).
1.3. Fungsi Bahasa
Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.
Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’ bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa.
Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf, 1997: 3).
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
BAB II
PSIKOLINGUISTIK
2.1. Pengertian Psikolinguistik
Psikolinguistik mempelajari faktor-faktor psikologis dan neurobiologis yang memungkinkan manusia mendapatkan, menggunakan, dan memahami bahasa (wikipedia). Selain itu, Garnham (1985:1) menyatakan bahwa psikolinguistik adalah kajian tentang mekanisme- mekanisme mental yang menjadikan manusia menggunakan bahasa. Di sisi lain, Aitchison(1998:1) berpendapat psikolinguistik adalah studi tentang bahasa dan minda. Tidak hanya itu, Harley (2001:1) menyebut psikolinguistik sebagai suatu studi tentang proses-proses mental dalam pemakaian bahasa. Dilanjutkan dengan pernyataan Clark dan Clark (1977:4) yang menyatakan psikolinguistik berkaitan dengan tiga hal utama yaitu komprehensi, produksi dan pemerolehan bahasa. Kemudian, psikolinguistik juga dapat dikatakan sebagai proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan bahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller, 1964; Slama Cazahu, 1973). Levelt (Marat, 1983: 1) mengemukakan bahwa Psikolinguistik adalah suatu studi mengenai penggunaan dan perolehan bahasa oleh manusia. Seirama dengan hal itu, Aitchison (Dardjowidojo, 2003: 7) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang bahasa dan minda. Sejalan dengan pendapat di atas, Field (2003: 2) mengemukakan psycholinguistics explores the relationship between the human mind and language ‘psikolinguistik membahas hubungan antara otak manusia dengan bahasa’. Kridalaksana (1982:140) pun berpendapat sama dengan menyatakan bahwa psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa dengan perilaku dan akal budi manusia serta kemampuan berbahasa dapat diperoleh. Jadi, dapat disimpulkan psikolinguistik adalah suatu cabang ilmu linguistik interdisipliner yang mengkaji proses-proses mental manusia dikaitkan dengan perilaku bahasa seseorang.
Psikolinguistik membahas hubungan bahasa dengan otak dalam memproses dan mengkomunikasikan ujaran dan dalam akuisisi bahasa Hal yang penting adalah bagaimana memproses dan menghasilkan ujaran dan bagaimana akui sisi bahasa itu berlangsung. Proses bahasa berlangsung adalah pekerjaan otak. Yang tidak dimengerti dan tidak diketahui yang pasti ialah bagaimana proses pengolahan bahasa sehingga berwujud satuan-satuan yang bermakna dan bagaimana proses pengolahan satuan ujaran yang dikirim oleh pembicara sehingga dapat dimengerti pendengar. Yang pasti segala sesuatu berada dalambatabatas kesadaran ( Hartley), Psikolinguistik secara langsung berhubungan dengan proses kode dan mengkode seperti orang berkomukasi (Carles Osgood dan Thomas Sabeok ), Psikolinguistik adalah gabungan melalui psikologi dan linguistik. Bagaimana telaah atau studi pengetahuan bahasa, bahasa dalam pemakaian , dan perubahan bahasa. Menurut Lado psikologi hanya merupakan pendekatan. Pendekatan untuk menelaah pengetahuan bahasa, pemakaian bahasa dan perubahan bahasa (Robert Lado ), Psikolinguistik adalah ilmu yang meneliti bagaimana sebenarnya pembicara membentuk dan membangun suatu atau mengerti kalimat tersebut. Hal ini mengacu pada domain kognitif, yakni bagaimana bahasa berproses dalam otak kita. Bahasa yang diwujudkan dalam kalimat dihasilkan oleh pebicara yang kemudian diusahakan untuk dimengerti oleh pendengar. ( Emon Back ), Psikolinguistik merupakan telaah akuisisi bahasa dan tingka laku linguistik terutama mekanisme psikologis yang bertujuan pada kedua bahasa tersebut. Akuisisi bahasa bersangkut paut dengan proses pemerolehan bahasa. Tingkah laku linguistik mengacu pada proses kompetensi dan performance bahasa. Proses ini bahasa ini tetap dalam otak. Oleh karena itu mekanisme psikologi sangat berperan ( Langacker ), Psikolinguistik dalam pengertian luas membicarakan hubungan antara psean dengan sifat-sifat kemandirian manusia yang menyeleksi dan nmenafsirkan pesan ( Diebolt ) dan Psikolinguistik adalah hubungan antara kebutuhan kita untuk berekpresi dan berkomukasi dan benda-benda yang ditawarkan kepada kita melalui bahasa yang kita pelajari sejak kecil dan tahap-tahap selanjutnya ( Paul Fraisse )
2.2. Cabang – Cabang Ilmu Psikolinguistik
Psikolinguistik telah menjadi bidang ilmu yang sangat luas dan kompleks dan berkembang pesat sehingga melahirkan beberapa cabang ilmu psikolinguistik. Diantara cabang ilmu psikolinguistik adalah sebagai berikut :
a. Psikolinguistik Teoritis : Psikolinguistik Teoritis ini membahas teori-teori bahasa yang berkaitan dengan proses- proses mental manusia dalam berbahasa. Misalnya dalam rancangan fonetik, rancangan pilihan kata, rancangan sintaksis, rancangan wacana, dan rancangan intonasi.
b. Psikolinguistik Perkembangan : Psikolinguistik Perkembangan ini berkaitan dengan proses pemerolehan bahasa, baik pemerolehan bahasa pertama maupun pemerolehan bahasa kedua. Subdisiplin ini mengkaji proses pemerolehan fonologi, proses pemerolehan simantik dan proses pemerolehan sintaksis secara berjenjang, bertahap dan terpadu.
c. Psikolinguistik Sosial : Psikolinguistik Sosial ini berkenaan dengan aspek-aspek social bahasa. Bagi suatu manyarakat bahasa, bahasa itu bukan hanya merupakan suatu gejala dan identitas social saja, tetapi juga merupakan suatu ikatan bathin dan nurani yang sukar ditinggalkan.
d. Psikolinguistik Pendidikan : Psikolinguistik Pendidikan ini mengkaji aspek-aspek pendidikan secara umum dalam pendidikan formal di sekolah. Umpamanya peranan bahasa dalam pengajaran membaca, pengajaran dalam kemahiran berbahasa, dan pegetahuan mengenai peningkatan kemampuan berbahasa dalam proses memperbaiki kemampuan menyampaikan pikiran dan perasaan.
e. Psikolinguistik Neurology ( neuropsikolinguistik ) : Psikolinguistik Neurology ini mengkaji hubungan antara bahasa, berbahasa dan otak manusia. Para pakar neurology telah berhasil menganalisis struktur biologis otak serta telah memberi nama pada bagian struktur otak itu. Namun ada pertanyaan yang belum dijawab secara lengkap yaitu apa yang terjadi dengan masukan bahasa dan bagaimana keluaran bahasa diprogramkan dan dibentuk dalam otak itu.
f. Psikolinguistik Eksperimen : Psikolinguistik Eksperimen ini meliputi dan melakukan eksperimen dalam semua kegiatan bahasa dan berbahasa pada satu pihak dan prilaku berbahasa dan akibat berbahasa pada pihak lain.
g. Psikolinguistik Terapan : Psikolinguistik Terapan ini berkaitan dengan penerapan dari temuan enam subdisiplin psikolinguistik diatas kedalam bidang tertentu yang memerlukannya. Yang termaksuk sub disiplin ini ialah psikologi, linguistik, pertuturan dan pemahaman, pembelajaran bahasa, pengajaran membaca neurology,psikistri, komunikasi dan sastra.
BAB III
TEORI & TAHAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK
3.1. Teori Perkembangan Bahasa Anak
Penelitian yang dilakukan terhadap perkembangan bahasa anak tentunya tidak terlepas dari pandangan, hipotesis, atau teori psikologi yang dianut. Dalam hal ini sejarah telah mencatat adanya tiga pandangan atau teori dalam perkembangan bahasa anak. Teori tersebuat adalah sebagai berikut :
- Pandangan Nativisme
Pandangan ini diwakili oleh Noam Chomsky. Ia berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada anak-anak bersifat alamiah atau nature. pandangan ini tidak berpendapat bahwa lingkungan punya pengaruh dalam pemerolehan bahasa, melainkan menganggap bahwa bahasa merupakan pemberian biologis, sejalan dengan terbukanya kemampuan lingual yang secara genetis telah di programkan.
Kaum nativis berpendapat bahwa bahasa itu terlalu kompleks dan rumit, sehingga mustahil dapat dipelajari dalam waktu singkat melalui metode seperti peniruan atau imitation. Dan setiap anak dilahirkan dengan dibekali “alat pemerolehan bahasa” (language acquisition device (LAD). Alat ini yang merupakan pemberian biologis yang sudah di programkan untuk merinci butir-butir yang mungkin dari suatu tata bahasa. LAD dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak yang khusus untuk memproses bahasa, dan tidak punya kaitan dengan kemampuan kognitif lainnya.
- Pandangan Behavorisme
Pandangan ini diwakili oleh B.F Skinner, yang menekankan bahwa proses pemerolahan bahasa pertama dikendalikan dari luar diri si anak, yaitu oleh rangsangan yang diberikan melalui lingkungan. Istilah bahasa bagi kaum behavioris dianggap kurang tepat karena istilah bahasa itu menyiratlan suatu wujud, sesuatu yang dimiliki atau digunakan, dan sesuatu yang di lakukan. Padahal bahasa itu merupakan salah satu perilaku-perilaku manusia lainnya. Oleh karena itu, mereka lebih suka menggunakan istilah perilaku verbal (verbal behavior), agar tampak lebih mirip dengan perilaku kain yang harus dipelajari.
Menurut kaum behavioris kemampuan berbicara dan memahami bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya. Anak dianggap sebagai penerima pasif dari tekanan lingkungannya, tidak memiliki peranan yang aktif di dalam proses perkembangan perilaku verbalnya. Kaum behavioris bukan hanya tidak mengakui peran aktif si anak dalam proses penerolehan bahasa, malah juga tidak mengakui kematangan anak. Proses perkembangan bahasa terutama ditentukan oleh lamanya latihan yang diberikan oleh lingkungannya. Dan kemampuan yang sebenarnya dalam berkomunikasi adalah dengan prinsip pertalian S-R (stimuls-respons) dan proses peniruan-peniruan.
- Pandangan Kognitivisme
Jean Piaget (1954) menyatakan bahwa bahasa itu bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkah salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar, maka perkembangan bahasa harus berlandas pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urut-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa.
Piaget menegaskan bahwa stuktur yang kompleks dari bahasa bukanlah sesuatu yang diberikan oleh alam, dan bukan pula sesuatu yang dipelajari dari lingkungan. Struktur bahasa itu timbul sebagai akibat dari interaksi yang terus menerus antara tingkat fungsi kognitif anak dengan lingkungan kenahsaannya (juga lingkungan yang lain).
Jika Chomsky berpendapat bahwa lingkungan tidak besar pengaruhnya pada proses pematangan bahasa, maka Piaget berpendapat bahwa lingkungan juga tidak besar pengaruhnya terhadap perkembangan intelaktual anak. Perubahan atau perkembangan intelaktual anak sangat tergantung pada keterlibatan anak secara aktif dengan lingkungannya.
3.2. Tahap Perkembangan Bahasa Anak
M. Schaerleakens (1977) membagi fase-fase perkembangan bahasa anak dalam empat periode. Perbedaan fase-fase ini berdasarkan pada ciri-ciri tertentu yang khas pada setiap periode. Adapun tahap - tahap tersebut sebagai berikut :
- Tahap Prelingual (usia 0 – 1 tahun)
Disebut demikian karena anak belum dapat mengucapkan ‘bahasa ucapan’ seperti yang diucapkan orang dewasa, dalam arti belum mengikuti aturan-aturan bahasa yang berlaku. Pada periode ini anak mempunyai bahasa sendiri, misalnya mengoceh sebagai ganti komunikasi dengan orang lain. Contohnya baba,mama, tata, ayng mungkin merupakan reaksi terhadap situasi tertentu atau orang tertentu sebagai awal suatu simbolisasi karena kematangan proses mental pada usia 9-10 bulan.
Pada periode ini, perkembangan yang menyolok adalah perkembangan comprehension, artinya penggunaan bahasa secara pasif. Misalnya anak mulai bereaksi terhadap pembicaraan orang dengan melihat kepada pembicara dan memberikan reaksi yang berbeda terhadap suara yang ramah, yang lembut, dan yang kasar.
- Tahap Lingual Dini (1 – 2,5 tahun)
Pada periode ini anak mulai mengucapkan perkataannya yang pertama, meskipun belum lengkap. Misalnya: atia (sakit), agi (lagi), itut (ikut), atoh (jatuh). Pada masa ini beberapa kombinasi huruf masih sukar diucapkan, juga beberapa huruf masih sukar untuk diucapkan seperti r, s, k, j, dan t. pertambahan kemahiran berbahasa pada periode ini sangat cepat dan dapat dibagi dalam tiga periode, yaitu:
a) Periode kalimat satu kata ( holophrare)
Menurut aturan tata bahasa, kalimat satu kata bukanlah suatu kalimat, karena hanya terdiri dari satu kata, tetapi para ahli peneliti perkembangan bahasa anak beranggapan bahwa kata-kata pertama yang diucapkan oleh anak itu mempunyai arti lebih dari hanya sekedar suatu ‘kata’ karena kata itu merupakan ekspresi dari ide-ide yang kompleks, yang pada orang deawasa akan dinyatakan dalam kalimat yang lengkap.
Contohnya: ucapan “ibu” dapat berarti : Ibu kesini! Ibu kemana? Ibu tolong saya!, Itu baju ibu, Ibu saya lapar, dst.
Pada umunya, kata pertama ini dipergunakan untuk member komentar terhadap obyek atau kejadian di dalam lingkungannya. Dapa berupa perintah, pemberitahuan, penolakan, pertanyaan, dll. Bagaimana menginterpretasikan kata pertama ini tergantung pada konteks waktubkata tersebut di ucapkan, sehingga untuk dapat mengerti apa maksud si anak dengan kata tersebut kita harus melohat atau mengobservasi apa yang sedang dikerjakan anak pada waktu itu. Intonasi juga sangat membantu untuk mempermudah menginterpretasikan apakah si anak bertana, member tahu, atau memerintah.
b) Tahap kalimat dua kata
Dengan bertambahnya perbendaharaan kata yang diperolah dari lingkungan dan juga karena perkembangan kognitif serta fungsi-fungsi lain pada anak, maka terbentuklah pada periode ini kalimat yang terdiri dari dua kata.
Pada umunya, kalimat kedua muncul pertama kali tatkala seorang anak mulai mengerti suatu tema dan mencoba untuk mengekspresikannya. Hal ini terjadi pada sekitar usia 18 bulan, dimana anak menentukan bahwa kombinasi dua kata tersebut mempunyai hubungan tertentu yang mempunya makna berbeda-beda, misalnya makna kepunyaan (baju ibu), makna sifat (hidung pesek), dan lain sebagainya.
c) Kalimat lebih dari dua kata
Kalau ada lebih dari dua kata di bidang morfologi belum terlihat perkembangan yang nyata, maka pada periode kalimat lebih dari dua kata sudah terlihat kemampuan anak di bidang morfologi. Keterampilan membentuk kalimat bertambah, terlihat dari panjangnay kalimat, kalimat tiga kata, kalaimat empat kata, dan seterusnya. Pada periode ini penggunaan nahasa tidak bersifat egosentris lagi, melainkan anak sudah mempergunakan untuk komunikasi dengan orang lain, sehingga mulailah terjadi suatu hubungan yang sesungguhnya antara anak dengan orang dewasa.
- Tahap Diferensiasi (usia 2,5 – 5 tahun)
Yang menyolok pada periode ini adalah keterampilan anak dalam mengadakan diferensiasi dalam penggunaan kata-kata dan kalimat-kalimat. Secara garis besar cirri umum perkembangan bahasa pada periode ini adalah sebagai berikut:
Pada akhir periode secara garis besar anak telah menguasai bahasa ibunya, artinya hukum-hukum tatabahasa yang pokok dari orang dewasa telah dikuasai. Perkembangan fonologi boleh dikatakan telah berakhir. Mungkin masih ada kesukaran pengucapan konsonan yang majemuk dan sedikit kompleks. Perbendaharaan kata sedikit demi sedikit mulai berkembang. Kata benda dan karta kerja mulai lebih terdiferensiasi dalam pemakaiannya, hal ini ditandai dengan penggunaan kata depan, kata gati dank at kerja bantu. Fungsi bahasa untuk komunikasi benar-benar mulai berfungsi. Persepsi anak dan pengalamannya tentang dunia luar mulai ingin dibaginya dengan orang lain, dengan cara memberikan kritik, bertanya, menyuruh, membri tahu dan lain-lain. Mulai terjadi perkembangan di bidang morfologi, ditandai dengan munculnya kata jamak, perubahan akhiran, perubahan kata karja, dan lain-lain.
- Tahap Perkembangan bahasa sesudah usia 5 tahun
Dalam periode ini ada anak dianggap telah menguasai struktur sintaksis dalam bahasa pertamanya, sehingga ia dapat membuat kalimat lengkap. Jadi sudah tidak terlalu banyak masalah. Menurut Piaget, pada periode ini perkembangan anak di bidang kognisi masih berkembang terus sampai usia 14 tahun, sedangkan peranan kognisi sanga t besar dalam penggunaan bahasa. Dengan masih terus berkembangnya kognisi, dengan sendirinya perkembangan bahasa juga masih berkembang.
Ada beberapa penelitian tentang perkembangan bahasa sesudan usia 5 tahun, antara lain penelitian yang dilakukan oleh A. Karmiloff Smith yang menyelidiki bahasa anak-anak sekolah (1979) yang menyatakan bahwa antara usia 5 – 8 tahun muncul cirri-ciri baru yang khas pada bahasa anak, yaitu kemampuan untuk mengerti hal-hal yang abstrak pada taraf yang lebih tinggi. Baru kemudian sesudah anak usia 8 tahun bahasa menjadi alat yang betul-betuk penting baginya untuk melukiskan dan menyampaikan pikiran.
Dalam bidang semantic terlihat kemajuan-kemajuan yang tercermin pada penambahan kosa kata, dan penggunaan kata sambung secara tepat. Tetapi aturan sintaksis khusus untuk pembuatan kalimat konteks baru dikuasai secara bertahap antara usia 5 – 10 tahun. Selanjutnya pada usia 7 tahun baru dapat menggunakan kalimat pasif, maksudnya mengerti aturan-aturan tatabahasa mengenai prinsip-prinsip khusus, bertidak ekonomis dalam mengungkapkan sesuatu serta menghindari hal-hal yang berlebihan. Sampai SMP keterampilan bicara lebih meningkat, sintaksis lebih lengkap dengan variasi-variasi struktur dan variasi-variasi kata, baik kekomplekan kalimat tulis maupun lisan
BAB IV
PEMEROLEHAN BAHASA & FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
4.1. Pemerolehan Bahasa Pertama
Bila kita mengamati perkembangan kemampuan berbahasa anak, kita akan terkesan dengan pemerolehan bahasa anak yang berjenjang dan teratur. Padausia satu tahun anak mulai mengucapkan kata-kata pertamanya yang terdiri dari satukata yang kadang-kadang tidak jelas tetapi sesungguhnya bermakna banyak. Contoh anak mengucapkan kata “makan” maknanya mungkin ingin makan, sudah makan,lapar atau mungkin makanannya tidak enak, dsb. Pada perkembangan berikutnya mungkin anak sudah dapat mengucapkan dua kata, contoh, “mama masak”, yang maknanya dapat berarti: ibu masak, ibu telah masak, atau ibu akan masak sesuatu. Demikian seterusnya hingga umur enam tahun anak telah siap menggunakan bahasanya untuk belajar di sekolah dasar, sekaligus dengan bentuk-bentuk tulisannya. Uraian di atas adalah contoh singkat bagaimana seorang anak menguasai bahasa hingga enam tahun. Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal itulah yang disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Jadi pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak pada awal kehidupannya tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa perolehan bahasa tersebut,bahasa anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk atau strukturbahasanya. Anak akan mengucapkan kata berikutnya untuk keperluan komunikasinya dengan orang tua atau kerabat dekatnya.
Gracia (dalam Krisanjaya, 1998) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit (sintaksis). Kalau kita beranggapan bahwa fungsi tangisan sebagaiawal dari kompetensi komunikasi, maka ucapan kata tunggal yang biasanya sangatindividual dan kadang aneh seperti: “mamam” atau “maem” untuk makan, hal inimenandai tahap pertama perkembangan bahasa formal. Untuk perkembangan berikutnya kemampuan anak akan bergerak ke tahap yang melebihi tahap awal tadi,yaitu anak akan menghadapi tugas-tugas perkembangan yang berkaitan denganfonologi, morfologi, sintaksis dan semantik.
Ada dua pandangan mengenai pemerolehan bahasa (McGraw dalam Krisanjaya, 1998). Pertama pemerolehan bahasa mempunyai permulaan mendadak atau tiba-tiba. Kebebasan berbahasa dimulai sekitar satu tahun ketika anak-anak menggunakan kata-kata lepas atau terpisah dari simbol pada kebahasaan untuk mencapai aneka tujuan sosial mereka. Pandangan kedua menyatakan bahwa pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dariprestasi-prestasi motorik, sosial dan kemampuan kognitif pralinguistik.
Khusus mengenai hubungan perkembangan kognitif dengan perkembangan bahasa anak dapat disimpulkan 2 hal. Pertama, jika seorang anak dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur rapi tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai bahasayang bersangkutan dengan baik. Kedua, penutur bahasa harus memperoleh kategori-kategori kognitif yang mendasari berbagai makna ekspresif bahasa alamiah, seperti:waktu, ruang, kausalitas dan sebagainya.
Lenneberg salah seorang ahli teori belajar bahasa yang sangat terkenal (1969) mengatakan bahwa perkembangan bahasa bergantung pada pematangan otaksecara biologis. Pematangan otak memungkinkan ide berkembang dan selanjutnya memungkinkan pemerolehan bahasa anak berkembang. Terdapat banyak bukti,manusia memiliki warisan biologis yang sudah ada sejak lahir berupakesanggupannya untuk berkomunikasi dengan bahasa, khusus untuk manusia. Bukti yang memperkuat pendapatnya itu, antara lain:
1. Kemampuan berbahasa sangat erat hubungannya dengan bagian-bagiananatomi dan fisiologi manusia, seperti bagian otak tertentu yang mendasaribahasa. Tingkat perkembangan bahasa anak sama bagi semua anak normal.
2. Kelainan hanya sedikit berpengaruh terhadap keterlambatan perkembanganbahasa anak.
3. Bahasa tidak dapat diajarkan kepada makhluk lain.
4. Bahasa bersifat universal, setiap bahasa dilandasi unsur fonologi, semantikdan sintaksis yang universal.
Apakah ada peran pematangan otak dalam perkembangan ide dan pikiranmanusia, sampai saat ini masih diperdebatkan, tetapi hampir semua ahli teori belajarbahasa meyakini bahwa sewaktu seorang bayi lahir dia telah dikaruniai dengan semuaperlengkapan dasar otak dan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk perkembangan otakdan pikirannya. Dengan demikian pertalian antara pertumbuhan otak dan perkembanganpikiran, termasuk bahasa anak kemungkinan hasil rangsangan pertumbuhan otak atausebaliknya.
Lebih jauh Steinberg (1990) seorang ahli psikolinguistik, menjelaskan perihal hubungan bahasa dan pikiran. Menurutnya sistem pikiran yang terdapat pada anak-anakdibangun sedikit-demi sedikit apabila ada rangsangan lingkungan sekitarnya sebagai masukan atau input. Input ini dapat berupa apa yang didengar, dilihat dan apa yangdisentuh anak yang menggambarkan benda, peristiwa dan keadaan sekitar anak yang mereka alami. Lama-kelamaan pikirannya akan terbentuk dengan sempurna. Apabila pikiran telah terbentuk dengan sempurna dan apabila masukan bahasa dialami secara serentak dengan benda, peristiwa, dan keadaan maka barulah bahasa mulai dipelajari. Lama-kelamaan sistem bahasanya lengkap dengan perbendaharaan kata dan tata bahasanya pun terbentuklah. Sebagian dari sistem bahasanya adalah sistem pikirannya karena makna dan semantik bahasa yang digunakan adalah ide yang merupakan bagian dari isi pikirannya Sistem pikiran dan bahasa bergabung melalui makna danide.
Walaupun masih terdapat perbedaan tentang teori pemerolehan bahasa anak,tetapi kita semua meyakini bahwa bahasa merupakan media yang dapat dipergunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama dan nilai-nilai lain yang hidupdi masyarakat.. Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan perkembangan sosial anak dan karenanya erat hubungannya dengan pembentukan identitas sosial. Apabila seorang anak menggunakan ujaran-ujaran yang bentuknya benar atau gramatikal, belum berarti ia telah menguasai bahasa pertama. Agar seorang anak dapat disebut menguasai bahasa pertama ada beberapa unsur penting yang berkaitan dengan perkembangan kognitif anak, yaitu pemahaman tentang waktu, ruang, modalitas,sebab akibat yang merupakan bagian penting dalam perkembangan kognitif penguasaanbahasa ibu seorang anak.
Sejak bayi, anak telah berinteraksi di dalam lingkungan sosialnya. Jika Anda memperhatikan seorang ibu, ayah atau keluarga yang memiliki seorang bayi, padaumumnya mereka sudah sejak awal mengajak bicara pada bayi dan memperlakukan bayi tersebut seolah-olah sudah dapat berbicara. Pola bicara mereka sudah dua arah, orang tua berusaha menanggapi setiap reaksi bayi dan bertindak seolah-olah reaksi bayi tersebut ada maknanya dan perlu ditanggapi. Melalui bahasa khususnya bahasa pertama, seorang anak belajar untuk menjadi anggota masyarakat. Dengan demikian bahasa ibu (bahasa pertama) menjadi salah satu sarana bagi seorang anak untukmengungkapkan perasaan, keinginan, pendirian, gagasan, harapan, dan sebagainya. Anak belajar pula bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak dapat diterima anggota masyarakatnya dan ia tahu bahwa tidak selalu ia dapat mengungkapkan perasaannya secara gamblang.
Ujaran-ujaran yang dituturkan secara salah dari seorang anak masih dapat dimaklumi, tetapi ia harus sudah mulai belajar bahwa ada norma budaya tertentu yangharus diperhatikan, yang berubah sesuai kemajuan zaman. Ada ciri lain yang khas dari seorang anak ketika sudah masuk sekolah dasar yaitu keinginan yang kuat untukmenyatu dengan anggota masyarakat sekelilingnya, khususnya dengan anak sebayanya. Kalau anak-anak sebayanya menggunakan kata-kata seperti: asyik, oke,bo, mah, tea,bokap, nyokap dan sebagainya, maka dengan segera istilah-istilah itu akandigunakannya juga.
Strategi Pemerolehan Bahasa Pertama
Anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa pada umumnya menggunakan 4 strategi.
1. Strategi pertama adalah meniru/imitasi. Berbagai penelitian menemukanberbagai jenis peniruan atau imitasi, seperti : imitasi spontan, imitasi perolehan, imitasi segera, imitasi lambat dan imitasi perluasan.
2. Strategi kedua dalam pemerolehan bahasa adalah strategi produktivitas. Produktivitas berarti keefektifan dan keefisienan dalam pemerolehan bahasa melalui sarana komunikasi linguistik dan non linguistik (mimik, gerak, isyarat, suara dsb).
3. Strategi ketiga adalah strategi umpan balik, yaitu umpan balik antara strategiproduksi ujaran (ucapan) dengan responsi.
4. Strategi keempat adalah apa yang disebut prinsip operasi. Dalam strategi inianak dikenalkan dengan pedoman, “Gunakan beberapa prinsip operasi umum untukmemikirkan serta menggunakan bahasa” hindarkan kekecualian, prinsip khusus : seperti kata: berajar menjadi belajar).
4.2. Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh sebuah bahasa lain setelah terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya (bahasa ibu). Ada juga yang menyamakan istilah bahasa kedua sebagai bahasa asing. Khusus bagi kondisi di Indonesia, istilah bahasa pertama atau bahasa ibu, bahasa asli atau bahasa utama, berwujud dalam bahasa daerah tertentu sedangkan bahasa kedua berwujud dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing. Tujuan pengajaran bahasa asing kadang-kadang berbeda dengan pengajaran bahasa kedua.Bahasa kedua biasanya merupakan bahasa resmi di negara tertentu, oleh karenanya bahasa kedua sangat diperlukan untuk kepentingan politik, ekonomi dan pendidikan.
Terdapat perbedaan dalam proses belajar bahasa pertama dan bahasa kedua. Proses belajar bahasa pertama memiliki ciri-ciri : belajar tidak disengaja, berlangsung sejak lahir, lingkungan keluarga sangat menentukan , motivasi ada karena kebutuhan, banyak waktu untuk mencoba bahasa dan banyak kesempatan untuk berkomunikasi.
Pada proses belajar bahasa kedua terdapat ciri-ciri:
1. belajar bahasa disengaja, misalnya karena menjadi salah satu mata pelajarandi sekolah
2. berlangsung setelah pelajar berada di sekolah
3. lingkungan sekolah sangat menentukan
4. motivasi pelajar untuk mempelajarinya tidak sekuat mempelajari bahasapertama. Motivasi itu misalnya ingin memperoleh nilai baik pada waktuulangan atau ujian.
5. waktu belajar terbatas
6. pelajar tidak mempunyai banyak waktu untuk mempraktikan bahasa yangdipelajari.
7. bahasa pertama mempengaruhi proses belajar bahasa kedua.
8. umur kritis mempelajari bahasa kedua kadang-kadang telah lewat sehinggaproses belajar bahasa kedua berlangsung lama.
9. disediakan alat bantu belajar
10. ada orang yang mengorganisasikannya, yakni guru dan sekolah.
Strategi Belajar Bahasa Kedua
Dalam kaitannya dengan proses belajar bahasa kedua perlu diperhatikanbeberapa strategi yang dapat diterapkan. Stern (1983) menjelaskan ada sepuluh strategidalam proses belajar bahasa, yaitu :
1. strategi perencanaan dan belajar positif
2. strategi aktif, pendekatan aktif dalam tugas belajar, libatkan siswa Anda secaraaktif dalam belajar bahasa bahkan melalui pelajaran yang lain.
3. strategi empatik, ciptakan empatik pada waktu belajar bahasa.
4. strategi formal; perlu ditanamkan kepada siswa bahwa proses belajar bahasaini formal/terstruktur sebab pendidikan yang sedang ditanamkan adalah pendidikan formal bukan alamiah.
5. strategi eksperimental; tidak ada salahnya jika Anda mencoba-coba sesuatu untuk peningkatan belajar siswa Anda
6. strategi semantik, yakni menambah kosakata siswa dengan berbagai cara,misalnya permainan (contoh: teka-teki); permainan dapat meningkatkan keberhasilan belajar bahasa.
7. strategi praktis; pancinglah keinginan siswa untuk mempraktikan apa yangtelah didapatkan dalam belajar bahasa, Anda sendiri harus dapat menciptakansituasi yang kondusif di kelas.
8. strategi komunikasi; tidak hanya di kelas, motivasi siswa untuk menggunakan bahasa dalam kehidupan nyata meskipun tanpa dipantau, berikan pertanyaan-pertanyaan atau PR yang memancing mereka bertanya kepada orang lainsehingga strategi ini terpakai.
9. strategi monitor; siswa dapat saja memonitor sendiri dan mengkritik penggunaan bahasa yang dipakainya, ini demi kemajuan mereka.
10. strategi internalisasi; perlu pengembangan/pembelajaran bahasa kedua yang telah dipelajari secara terus-menerus/berkesinambungan.
Selanjutnya Rubin (dalam Stern, 1983) menyebutkan ciri-ciri pelajar yang baik ketika melakukan proses belajar bahasa :
1. ia mau dan menjadi seorang penerka yang baik (dapat menerka bentuk yang gramatikal dan yang tidak gramatikal)
2. suka berkomunikasi
3. kadang-kadang tidak malu terhadap kesalahan dan siap memperbaikinya; belajar setelah berbuat salah
4. suka mengikuti perkembangan bahasa
5. praktis, tidak terlalu teoritis.
6. mengikuti ujarannya dan membandingkannya dengan ujaran yang baku, ini baik untuk pelafalan.
7. mengikuti perubahan makna sesuai konteks sosial. Latihan berikut disusun untuk memantapkn pemahaman Anda terhadap materi yang telah dibahas
BAB V
GANGGUAN BERBAHASA
5.1. Gangguan Berbicara
Berbicara merupakan aktifitas motorik yang mengandung modalitas psikis. Oleh karena itu, gangguan berbicara ini dapat tiga kategori. Pertama, gangguan mekanisme berbicara yang berimplikasi pada gangguan organic. Kedua, gangguan berbicara psikogenik, dan ketiga gangguan akibat multifaktorial.
a. Gangguan Mekanisme Berbicara.
Proses berbicara adalah suatu proses produksi ucapan (percakapan) oleh kegiatan terpadu dari pita suara, otot-otot yang membentuk rongga mulut serta kerongkongan dan paru-paru.
Maka gangguan berbicara berdasarkan mekanismenya ini dapat dirinci menjadi gangguan berbicara disebabkan kelainan pada paru-paru (pulmonal), pada pita suara (laringal) pada lidah (lingual), pada rongga mulut dan kerongkongan (resonantal).
1) Gangguan akibar faktor pulmonal : Gangguan ini dialami oleh para penderita paru-paru. Para penderita penyakit paru-paru ini kekuatan bernafasnya sangat kurang sehingga bicaranya diwarnai oleh nada yang monoton, volume suara kecil, dan terputus-putus.
2) Gangguan Akibat Faktor Laringal : Gangguan pada pita suara sehingga suara menjadi serak atau hilang sama sekali.
3) Gangguan Akibat Faktor Lingual : Lidah yang terluka akan terasa perih jika di gerakan. Untuk mencegah timbulnya rasa pedih aktifitas lidah di kurangi. Dalam keadaan ini maka pengucapan sejumlah fonem menjadi tidak sempurna.
4) Gangguan akibat factor resonansi : Menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi bersengau. Hal ini terjadi juga pada orang yang mengalami kelumpuhan pada langit-langit lunak (velum), rongga langit-langit itu tidak memberikan resonansi yang seharusnya, sehingga suaranya menjadi bersengau.
b. Gangguan Berbicara Psikogenik.
Gangguan ini sebenarnya tidak bisa disebut sebagai gangguan berbicara. Mungkin lebih tepatnya disebut sebagai variasi cara berbicara yang normal, tetapi merupakan ungkapan dari gangguan di bidang mental. Modalitas mental yang tertangkap oleh cara berbicara sebagian besar ditentukan oleh nada, intonasi, dan intensitas suara, lafal, dan pilihan kata. Ujaran yang berirama lancar atau tersendat-sendat dapat juga mencerminkan sikap mental si pembicara. Gangguan ini antara lain:
a. Berbicara manja : Disebut berbicara manja karena cara bicaranya seperti anak kecil. Jadi ada kesan anak (orang) yang melakukannya meminta perhatian untuk dimanja. Umpamanya, anak-anak yang baru terjatuh, terluka, atau mendapat kecelakaan, terdengar adanya perubahan pada cara berbicaranya. Fonem bunyi [s] dilafalkan menjadi [c] sehingga kalimat ”Saya sakit, jadi tidak mau minum susu atau makan” akan diucapkan menjadi ”Caya cakit, tidak mau minum cucu atau makan”. Dengan berbicara demikian dia mengungkapkan keinginan untuk dimanja. Gejala seperti ini kita dapati juga pada orangtua pikun atau jompo (biasanya wanita).
b. Berbicara kemayu : Berbicara kemayu berkaitan dengan perangai kewanitaan yang berlebihan. Jika seorang pria bersifat atau bertingkah laku kemayu jelas sekali gambaran yang dimaksudkan oleh istilah tersebut. Berbicara kemayu dicirikan oleh gerak bibir dan lidah yang menonjol atau lemah gemulai. Meskipun berbicara seperti ini bukan suatu gangguan ekspresi bahasa, tetapi dapat dipandang sebagai sindrom fonologik yang mengungkapkan gangguan identitas kelamin terutama yang dilanda adalah kaum pria.
c. Berbicara gagap : Gagap adalah berbicara yang kacau karena sering tersendat-sendat, mendadak berhenti, lalu mengulang-ulang suku kata pertama, kata-kata berikutnya, dan setelah berhasil mengucapkan kata-kata itu kalimat dapat diselesaikan. Apa yang menyebabkan terjadinya gagap ini masih belum diketahui secara pasti, tetapi hal-hal berikut dianggap mempunyai peranan penting penyebab terjadinya gagap diantaranya :
a. Faktor stres dalam kehidupan berkeluarga
b. Pendidikan anak yang dilakukan secara keras dan ketat, dengan membentak-bentak; serta tidak mengizinkan anak berargumentasi dan membantah.
c. Adanya kerusakan pada belahan otak (hemisfer) yang dominan.
d. Faktor neurotik famial.
d. Berbicara latah : Latah sering disamakan dengan ekolalla, yaitu perbuatan membeo, atau menirukan apa yang dikatakan orang lain; tetapi sebenarnya latah adalah suatu sindrom yang terdiri atas curah verbal repetitif yang bersifat jorok (koprolalla) dan gangguan lokomotorik yang dapat dipancing. Koprolalla pada latah ini berorientasi pada alat kelamin laki-laki. Yang sering dihinggapi penyakit latah ini adalah orang perempuan berumur 40 tahun ke atas. Awal mula timbulnya latah ini, menurut mereka yang terserang latah, adalah ketika bermimpi melihat banyak sekali penis lelaki yang sebesar dan sepanjang belut. Latah ini punya korelasi dengan kepribadian histeris. Kelatahan ini merupakan ”excuse” atau alasan untuk dapat berbicara dan bertingkahlaku porno, yang pada hakikatnya berimplikasi invitasi seksual.
5.2.Gangguan Berbahasa
Berbahasa berarti berkomunikasi dengan menggunakan suatu bahasa. Anak-anak yang lahir dengan alat artikulasi dan auditori yang normal akan dapat mendengar kata-kata melalui telinganya dengan baik dan juga akan dapat menirukan kata-kata itu.
Untuk dapat berbahasa diperlukan kemampuan mengeluarkan kata-kata. Ini berarti, daerah Broca (gudang tempat menyimpan sandi ekspresi kata-kata dalam otak) harus berfungsi dengan baik. Kerusakan pada daerah tersebut dan sekitarnya menyebabkan terjadinya gangguan berbahasa yang disebut afasia. Berikut adalah jenis-jenis afasia.
a. Afasia motorik kortikal : Adalah hilangnya kemampuan untuk mengutarakan isi pikiran dengan menggunakan perkataan. Penderitanya masih mengerti bahasa lisan dan tulisan, namun ekspresi verbal tidak bisa sama sekali.
b. Afasia motorik subkortal : Terjadi karena kerusakan bagian bawah Broca. Penderitanya tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya dengan menggunakan perkataan, tetapi masih bisa berekspresi verbal dengan membeo.
c. Afasia motorik transkortikal : Terjadi karena hubungan langsung antara pengertian dan ekspresi bahasa terganggu. Penderitanya dapat mengutarakan perkataan, namun hanya singkat dengan perkataan subtitusinya.
d. Afasia sensorik : Kerusakan karenanya dapat menyebabkan bukan saja pengertian dari apa yang didengar terganggu, tetapi juga pengertian dari apa yang dilihat ikut terganggu.
5.3.Gangguan Berfikir
Ganguan ekspresi verbal sebagai akibat dari gangguan pikiran dapat berupa :
1. Pikun, yaitu suatu penurunan daya ingat dan daya pikir lainnya yang dari hari ke hari semakin buruk. Penyebabnya antara lain terganggunya fungsi otak dalam jumlah besar, temasuk menurunnya zat-zat kimia dalam otak, juga dapat disebabkan oleh penyakit stroke, tumor otak, depresi, dan gangguan sistematik lainnya.
2. Sisofernik, yaitu gangguan berbahasa akibat gangguan berpikir.
3. Depresif, orang yang tertekan jiwanya memproyeksikan penderitaannya pada gaya bahasa dan ekspresi verbalnya. Volume ekspresi verbalnya lemah lembut dan terputus-putus oleh interval yang cukup panjang.
5.4.Gangguan Lingkungan Sosial
Yang dimaksud dengan akibat lingkungan sosial adalah keterasingan seorang anak, secara aspek biologis seorang anak tersebut bisa berbahasa normal. Akan tetapi keterasingannya disebabkan karena diperlakukan dengan sengaja (sebagai eksperimen) bisa juga karena hidup bukan dalam alam lingkungan manusia, melainkan dipelihara oleh serigala atau monyet, seperti kasus Kamala dan Mougli.
Anak yang terasing tidak sama dengan anak tuli. Anak tuli masih bisa hidup dalam masyarakat. Maka, meskipun dia terasing dari kontak bahasa, tetapi dia masih bisa berkomunikasi dengan orang di sekitaranya. Sedangkan anak terasing menjadi tidak bisa berkomunikasi dengan manusia karena dia tidak pernah mendengar suara ujaran manusia.
Jadi, anak terasing karena tidak ada orang yang mengajak dan diajak berbicara, tidak mungkin dapat berbahasa. Karena dia sama sekali terasing dari kehidupan manusia dan sosial masyarakat. Maka, sebenarnya anak terasing yang tidak punya kontak dengan manusia bukanlah lagi manusia, sebab manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial. Otaknya tidak berkembang sepenuhnya, tidak dapat berfungsi dalam masyarakat manusia, dan akhirnya menjadi tidak mampu menjadi manusia normal setelah beberapa tahun.
Anak terasing tidak sama dengan anak primitif, sebab orang primitif masih hidup dalam suatu masyarakat. Meskipun taraf kebudayaannya sangat rendah, tetapi tetap dalam suatu lingkungan sosial. Anak-anak mempunyai segala kemungkinan untuk menjadi manusia hanya selama masa anak-anak, selepas umur tujuh tahun anak itu tak dapat dididik untuk mempelajari kebudayaan yang lebih tinggi.
BAB VI
KESIMPULAN
Hakikat bahasa menurut pendapat Brown yang juga dikutip dari Tarigan (1990:4), yaitu : bahasa adalah suatu sistem yang sistematik, barang kali juga untuk sistem generatif, bahasa adalah seperangkat lambanglambang arbitrari, lambang-lambang tersebut, terutama sekali bersifat vokal tetapi mungkin juga bersifat visual, lambang-lambang itu mengandung makna konvensional, bahasa dipergunakan sebagai alat komunikasi, bahasa beroperasi dalam suatu masyarakat bahasa atau budaya, bahasa pada hakikatnya bersifat kemanusiaan, walaupun mungkin tidak terbatas pada manusia sahaja, bahasa diperoleh semua orang/bangsa dengan cara yang hampir/banyak persamaan dan bahasa dan belajar bahasamempunyai ciri kesejagatan.
Asal Usul bahasa pada spesies manusia adalah suatu topik yang didiskusikan secara luas. Walaupun begitu, tidak ada konsensus mengenai asal awal atau waktu awalnya. Bukti empiris sangat terbatas, dan banyak ilmuwan terus menganggap semua topik secara keseluruhan tidak cocok untuk dipelajari secara serius.
Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial.
Psikolinguistik adalah ilmu yang meneliti bagaimana sebenarnya pembicara membentuk dan membangun suatu atau mengerti kalimat tersebut. Hal ini mengacu pada domain kognitif, yakni bagaimana bahasa berproses dalam otak kita. Bahasa yang diwujudkan dalam kalimat dihasilkan oleh pebicara yang kemudian diusahakan untuk dimengerti oleh pendengar.
Diantara cabang ilmu psikolinguistik adalah sebagai berikut : Psikolinguistik Teoritis, Psikolinguistik Perkembangan, Psikolinguistik Sosial, Psikolinguistik Pendidikan Psikolinguistik Neurology ( neuropsikolinguistik ), Psikolinguistik Eksperimen, dan Psikolinguistik Terapan
Teori Perkembangan Bahasa Anak adalah sebagai berikut : Pandangan Nativisme, Pandangan Behavorisme dan Pandangan Kognitivisme.
Adapun tahap - tahap Perkembangan Bahasa Anak sebagai berikut : Tahap Prelingual (usia 0 – 1 tahun), Tahap Lingual Dini (1 – 2,5 tahun), Tahap kalimat satu kata ( holophrare), Tahap Diferensiasi (usia 2,5 – 5 tahun) dan Tahap Perkembangan bahasa sesudah usia 5 tahun.
Pemerolehan bahasa Pertama mempunyai permulaan mendadak atau tiba-tiba. Kebebasan berbahasa dimulai sekitar satu tahun ketika anak-anak menggunakan kata-kata lepas atau terpisah dari simbol pada kebahasaan untuk mencapai aneka tujuan sosial mereka. Pandangan kedua menyatakan bahwa pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dariprestasi-prestasi motorik, sosial dan kemampuan kognitif pralinguistik.
Pemerolehan bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh sebuah bahasa lain setelah terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya (bahasa ibu). Ada juga yang menyamakan istilah bahasa kedua sebagai bahasa asing.
Gangguan berbicara ini dapat tiga kategori. Pertama, gangguan mekanisme berbicara yang berimplikasi pada gangguan organic. Kedua, gangguan berbicara psikogenik, dan ketiga gangguan akibat multifaktorial.
Untuk dapat berbahasa diperlukan kemampuan mengeluarkan kata-kata. Ini berarti, daerah Broca (gudang tempat menyimpan sandi ekspresi kata-kata dalam otak) harus berfungsi dengan baik. Kerusakan pada daerah tersebut dan sekitarnya menyebabkan terjadinya gangguan berbahasa yang disebut afasia. Berikut adalah jenis-jenis afasia : Afasia motorik kortikal, Afasia motorik subkortal, Afasia motorik transkortikal dan Afasia sensorik.
Ganguan Berfikir atau gangguan ekspresi verbal sebagai akibat dari gangguan pikiran dapat berupa : Pikun, Sisofernik dan Depresif.
Gangguan akibat lingkungan sosial adalah keterasingan seorang anak, secara aspek biologis seorang anak tersebut bisa berbahasa normal. Akan tetapi keterasingannya disebabkan karena diperlakukan dengan sengaja (sebagai eksperimen) bisa juga karena hidup bukan dalam alam lingkungan manusia, melainkan dipelihara oleh serigala atau monyet, seperti kasus Kamala dan Mougli.
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
- Gunarwan, Asim. 1994. “Kesantunan Negatif di Kalangan Dwibahasawan Indonesia-Jawa di Jakarta” dalam PELBA 7. Jakarta: Unika Atmajaya Press.
- Leech, Geoffrey.1983. Principles of Pragmatics. London: Longman
Rohmadi, Muhammad. 2004. Pragmatik Teori dan Analisis. Yogyakarta: Lingkar Media
Rohmadi, Muhammad. 2004. Pragmatik Teori dan Analisis. Yogyakarta: Lingkar Media
- Tarigan, Henry Guntur. 1990. Kedudukan dan fungsi bahas. Bandung: Angkasa
- Wijana, Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset
- Dardjowdjojo, Soenjono, Psikolinguistik Pemahaman Bahasa Manusia, Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2003.
- Chaer, Abdul, 2009, Psikolinguistik Kajian Teoritik, Jakarta; PT Rineka Cipta.
- Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
- Abdurrachman dkk. 2009. Gangguan Berbahasa.Diakses dalam http://humbud.uinmalang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=349:gangguan-berbahasa&catid=117:psycholinguistik&Itemid=105 tanggal 04 Oktober 2010 pukul 20.15.
- [Anonim, 2011a] http://bintangbangsaku.com/artikel/2009/11/perkembangan-bahasa-komunikasi.html (31 Oktober 2011)
- [Anonim, 2011b] http://sakri-clearesta.blogspot.com/2009/05/perkembangan-bahasa-anak.html (31 Oktober 2011)
- Elliot SN, Kratochwill TR, Littlefield J, Travers JF. 1999. Educational Psychology : Effective Teaching Effective Learning. Second Edition. Madison : Brown & Benchmark Publisher.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak rizki dan hidayah-Nya kepada kita semua. Salawat dan salam selalu kita panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai Rahmatan lil alamin yang telah membawa umat manusia dari jalan kegelapan menuju kehidupan yang mendapat sinar ifahi.
Alhamdulillah makalah ini dapat diselesaikan semata-mata atas kehendak-Nya dan rahmat cinta kasih-Nya yang berlimpah. Rasa syukur kami atas kemurahan-Nya karena telah diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman. Amin…
Cirebon, Januari 2012
(Penyusun)
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Haikat Bahasa
1.2. Asal Usul Bahasa
1.3. Fungsi Bahasa
BAB II PSIKOLINGUISTIK
2.1.Pengertian Psikolinguistik
2.2.Cabang – Cabang Ilmu Psikolinguistik
BAB III TEORI & TAHAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK
3.1.Teori Perkembangan Bahasa Anak
3.2.Tahap Perkembangan Bahasa Anak
BAB IV PEMEROLEHAN BAHASA & FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
4.1. Pemerolehan Bahasa Pertama
4.2. Pemerolehan Bahasa Kedua
BAB V GANGGUAN BERBAHASA
5.1. Gangguan Berbicara
5.2. Gangguan Berbahasa
5.3. Gangguan Berfikir
5.4. Gangguan Lingkungan Sosial
BAB VI KESIMPULAN
BAB VII DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar