A. Pengertian
Kejahatan Mutilasi adalah jenis kejahatan yang tergolong sadis, dimana pelaku kejahatan tersebut tidak hanya membunuh atau menghilangkan nyawa orang lain melainkan iya juga memotong-motong setiap bagian tubuh si korbannya. menurut beberapa ahli kejahatan pidana, biasanya kejahatan ini terjadi tergantung pada keadaan Psikis si pelaku, dimana si pelaku cenderung mengalami gangguan kejiwaan, pada pendapat lain ahli berpendapat bahwa kejahatan ini merupakan kejahatan susulan dari sebuah kejahatan pembunuhan,dengan maksud untuk menutupi kejahatan pembunuhan tersebut maka dilakukan lah pemutilasian tubuh korban, sehingga korban tidak diketahui keberadaannya ataupun jika diketahui maka akan mengelabui penyidik dalam mengungkap identitasnya.
Namun, terlepas dari semua hal itu, kejahatan mutilasi kerap sekali terjadi dilakukan oleh orang-orang yang memang mengalami depresi dan gangguan kejiwaan, bahwa dengan tidak memotong-motong tubuh korbannya ,pelaku sering sekali tidak puas untuk menyelesaikan kejahatannya.
Mutilasi adalah aksi yang menyebabkan satu atau beberapa bagian tubuh (manusia) tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. Beberapa contoh mutilasi misalnya amputasi, pembakaran, atau flagelasi. Dalam beberapa kasus, mulitasi juga dapat berarti memotong-motong tubuh mayat manusia.
Mutilasi, adalah tragedi anak manusia. Pelakunya, juga adalah musuh peradaban manusia, karena tak memiliki perasaan dan belas kasih. Tak difikirkan bagaimana keluarga korban harus menanggung luka perasaan karenanya. Semoga hukum masih berpihak pada mereka yang kini tak punya pilihan kecuali mengharap, keadilan masih ditegakkan untuk mereka.
Beberapa kebudayaan mengizinkan dilakukannya mutilasi. Misalnya di Cina, ada budaya mengikat kaki seorang anak perempuan. Ikatan tersebut tidak boleh dilepaskan hingga ia tua, dengan demikian kakinya akan tetap kecil. Kaki kecil (khusus wanita) di Cina m Mutilasi, adalah tragedi anak manusia. Pelakunya, juga adalah musuh peradaban manusia, karena tak memiliki perasaan dan belas kasih. Tak difikirkan bagaimana keluarga korban harus menanggung luka perasaan karenanya. Semoga hukum masih berpihak pada mereka yang kini tak punya pilihan kecuali mengharap, keadilan masih ditegakkan untuk mereka.
elambangkan kecantikan. Dalam kebudayaan Islam, mutilasi diberlakukan bagi mereka yang terbukti mencuri, biasanya berupa amputasi pada tangan atau lengan. Namun bila terdakwa memiliki alasan kuat untuk mencuri (misalnya dalam kondisi sangat kelaparan), maka hukuman tersebut dapat dihindarkan.
Adapun beberapa contoh dari mutilasi di antaranya Masih banyak kasus-kasus mutilasi lainnya yang terjadi di Indonesia. Meski banyak motif-motif lain, seperti motif ekonomi, dendam, hingga motif ilmu hitam, namun kasus mutilasi dengan motif perilaku seks menyimpang hampir selalu menjadi yang paling fenomenal.
Hal ini bisa terjadi lantaran mutilasi dengan motif kelainan seksual ini selalu memakan korban lebih dari satu. Selama korban masih mengidap perilaku menyimpang itu dan belum tertangkap, bisa jadi mutilasi itu akan terus dan kembali dilakukannya lagi Peristiwa mutilasi,makin banyak dan makin mengkhawatirkan saja.
Dalam satu tahun terakhir saja, dihitung sejak tahun 2007, sedikitnya telah terjadi 14 kali kasus mutilasi. Tentu saja yang terjadi di tahun 2008 ini pantas membuat kita kaget. Karena dari 14 kasus itu, 7 diantaranya terjadi di bulan Januari, hanya dalam tempo 24 hari
Kalangan ahli tidak seragam dalam melihat prilaku mutilasi, karena motiv dan karakter prilaku pelakunya memang beragam. Tapi banyak yang melihat tindakan ini termasuk kelainan, prilaku Psikopat. Pelaku mutilasi adalah orang-orang yang tidak memiliki suara hati dan cenderung mengalami gangguan jiwa.
Melihat kasus-kasus mutilasi yang terjadi, ada dua hal yang bisa kita ketahui. Pertama, motivnya kebanyakan terkait dengan prilaku seksual, dan kedua, kasusnya relatif sulit diungkap, bahkan sebagian besar, tidak berhasil diungkap Polisi.
B. Tindak Mutilasi sebagai kejahatan
Apapun alasannya yang dikembangkan mengenai kejahatan mutilasi, seharusnya pelaku kejahatan ini dijerat dengan hukuman mati layaknya apa yang diatur dalam PASAL 340 KUHP ( tentang pembunuhan berencana), aparat penegak hukum diharapkan dapat menafsirkan dan mempersamakan kejahatan ini dengan kejahatan pembunuhan berencana walaupun dalam melakukannya setelah si korban mati duluan. mengingat bahwa pengaturan dan batasan pengertian tentang kejahatan ini tidak dijelaskan secara spesifik dan tegas didalam Undang-undang Hukum Pidana Indonesia.
Tindak Pidana Pembunuhan memang sudah lama di kenal oleh Hukum Nasional kita melalui Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Bab XIX Buku II KUHP menggolongkan beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai Kejahatan terhadap Nyawa. Jenis Pembunuhan yang di atur dalam Bab ini meliputi Pembunuhan dengan Sengaja (Pasal 338), pembunuhan dengan rencana (Pasal 340), Pembunuhan anak setelah lahir oleh Ibu (pasal 341-342), Mati Bagus (Pasal 344) dan Pengguguran kandungan (pasal 346-349). Sama sekali tidak terdapat satu pasal pun yang mengatur tentang tindak pidana pembunuhan yang diikuti pemotongan tubuh korban. Keadaan ini tentu saja dapat menimbulkan masalah hukum tentang kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat. Oleh karena itu dapatlah diambil beberapa isu hokum. Pertama, apakah tindakan pemotongan tubuh korban (mutilasi) dapat disebut sebagai kejahatan? Kedua, ketentuan hukum pidana apakah yang dapat dikenakan pada tindak mutilasi?
Untuk dapat disebut sebagai tindak pidana sebuah tindakan haruslah memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tindakan telah tersebut didalam ketentuan hukum sebagai tindakan yang terlarang baik secara formiil atau materiil. pembagian tindakan yang terlarang secara formiil atau materiil ini sebenarnya mengikuti KUHP sebagai buku Induk dari semua ketentuan hukum pidana Nasional yang belaku. KUHP membedakan tindak pidana dalam dua bentuk, kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). sebuah tindakan dapat disebut sebagai kejahatan jika memang didapatkan unsur jahat dan tercela seperti yang di tentukan dalam undang-undang.
Sedangkan tindakan dapat dikatakan sebagai pelanggaran karena pada sifat perbuatan itu yang menciderai ketentuan hukum yang berguna untuk menjamin ketertiban umum (biasanya aturan dari Penguasa). Black’s Law Dictionary (Bryan Garner:1999) memberikan definisi mutilasi (mutilation) sebagai “the act of cutting off maliciously a person’s body, esp. to impair or destroy the vistim’s capacity for self-defense.”Apabila di kaji secara mendalam, tindak mutilasi ini terbatas pada korban yang berwujud manusia alamiah baik perseorangan maupun kelompok dan bukanlah binatang. tindakan ini bisa dilakukan oleh pelaku pada korban pada waktu masih bernyawa atau pun pada mayat korban. tindakan pemotongan manusia secara hidup-hidup (sadis) ataupun mayat jelas merupakan tindakan yang sangat di cela oleh masyarakat dan dianggap sebagai tindakan yang sangat jahat. oleh karena itu, menurut penulis tindak mutilasi sangatlah tepat jika di golongkan ke dalam Kejahatan dan bukan pelanggaran. hal ini juga di dasarkan atas fungsi hukum pidana sebagai hukum publik yang melindungi dan menjamin rasa keadilan dan kepastian hukum masyarakat luas.
C. Ketentuan Hukum Pidana Untuk Mutilasi
Setelah melakukan studi literatur dan produk hukum pidana sampai saat ini penulis belum mendapatkan satu ketentuan hukum pidana yang mengatur secara tegas dan jelas mengenai tindakan mutilasi. KUHP sebagai buku induk dari semua ketentuan hukum pidana di luar KUHP selama undang-undang tersebut tidak menentukan lain (Moeljatno) ternyata juga tidak mengatur tindakan ini.
Lalu apakah pelaku akan bebas jika ternyata tidak terdapat ketenuan hukum yang mengaturnya. jelas tidak. berikut ini beberapa ketentuan hukum pidana yang mungkin diterapkan pada tindak mutilasi dan kelemahannya.
1. Mutilasi pada Korban yang Masih Hidup
Dalam bahasan ini difokuskan pada mutilasi sebagai bentuk kejahatan penganiayaan yang mengakibatkan luka berat. Mutilasi berarti pemotongan anggota tubuh korban, ini berarti termasuk dalam penganiyaan berat.
• Pasal 90 KUHP menjelaskan ‘luka berat’ sebagai luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali/bahaya maut; tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan pekerjaan pencarian; kehilangan salah satu panca indera; cacat berat (verminking); sakit lumpuh; terganggunya daya pikir selama min. 4 minggu;gugurnya kandungan seorang perempuan
• Pasal 351 ayat (2) KUHP à tindakan mutilasi pada ketentuan ini jelas mengacu pada tindakan untuk membuat orang lain merasakan atau menderita sakit secara fisik. hanya saja tindakan penganiayaan ini dilakukan oleh pelaku secara langsung tanpa ada rencana yang berakibat ‘luka berat’. sanksi pidana : penjara max 5 tahun
• Pasal 353 ayat (1) KUHP à tindakan mutilasi ini dapat dikatakan sebagai rangkaian atau salah satu dari beberapa tindakan penganiayaan pada korban yang masih hidup. Berbeda dengan Pasal 351 KUHP, Pasal ini lebih menitik beratkan pada perencanaan pelaku untuk melakukan tindakan tersebut sehingga berakibat akhir luka berat pada korban. sanksi pidana: penjara max. 7 tahun
• Pasal 354 (1) KUHP à secara khusus sebenarnya KUHP sudah memberikan ketentuan yang melarang tindakan yang mengakibatkan luka berat. kekhususan pasal ini tampak pada kesengajaan pelaku dalam melakukan mutilasi yang timbul dari niat agar korban menderita luka berat. sanksi: pidana penjara max. 8 tahun
• Pasal 355 ayat (1) KUHP à dari sejak awal pelaku telah melakukan mutilasi sebagai tindakan penganiayaan dia dan sudah direncanakan terlebih dahulu. sanksi: pidana penjara max. 12 tahun
• Pasal 356 KUHP à pemberatan sanksi pidana karena pelaku adalah keluarga korban, pejabat, memberikan bahan berbahaya. sanksi: pidana penjara +1/3 dari sanksi pidana yang di ancamkan.
Sedangkan pokok bahasan lain yang terkait adalah penganiayaan yang mengakibatkan matinya korban. Ada beberapa ketentuan pasal yang mengatur masalah ini.
• pasal 351 ayat (3) KUHP àsanksi pidana penjara: max 7 tahun
• pasal 353 ayat (3) KUHP à sanksi: pidana penjara: max 9 tahun
• pasal 354 ayat (2) KUHPà penganiayaan berat, sanksi: pidana penjara max. 10 tahun
• pasal 355 ayat (2) KUHP à penganiayaan berat dengan rencana, sanksi: pidana penjara max. 15 tahun
• pasal 356 KUHP à pemberatan sanksi +1/3
Mutilasi Sebagai Bentuk Kejahatan Terhadap Nyawa, Tindakan mutilasi di sini dapat dipahami sebagai tindakan pelaku melakukan pemotongan tubuh korban untuk mengakibatkan si korban mati. sangat berbeda dengan penganiayaan, dimana matinya korban tidak di rencanakan atau di harapkan sebelumnya. pada golongan ini, tindakan mutilasi ini jelas-jelas ditujukan untuk matinya korban. misalnya, dengan menebas kepala korban dengan celurit, memotong tubuh korban secara langsung dengan gergaji mesin, dll.
• Pasal 338 KUHP à perbuatan mutilasi yang dilakukan serta merta dan berakibat matinya korban. Sanksi: pidana penjara max. 15 tahun.
• Pasal 340 KUHP à perbuatan mutilasi sebelumnya telah direncanakan terlebih dahulu dan setelah dijalankan berakibat matinya korban. Sanksi: pidana mati atau pidana penjara seumur hidup
2. Mutilasi pada Mayat Korban
Perlu diketahui KUHP memandang mayat bukan sebagai manusia alamiah yang hidup namun hanya sebagai benda yang sudah tidak bernyawa lagi. mengenai hal ini dapat kita kaji pasal 180 KUHP tentang perbuatan melawan hukum menggali dan mengambil jenazah, pelaku di ancam dengan pidana penjara maksimal 1 tahun 4 bulan atau denda maksimal 300 rupiah. hal ini sangat berbeda jauh jika di bandingkan dengan pasal penculikan orang (pasal 328 misalnya) memberikan sanksi pidana penjara maksimal 12 tahun.
Jika di bandingkan terhadap pasal pencurian barang pun sebenarnya juga sangat jauh berbeda, pasal 362 KUHP sangat memandang serius tindakan pencurian barang dan mengancam pelaku dengan sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun penjara. oleh karena itu dapat di ambil suatu kesimpulan bahwa pengaturan tentang mayat atau jenazah di dalam KUHP masih sebatas pada benda yang sudah tidak bernyawa lagi.
Pasal 406 KUHP à penghancuran atau perusakan barang yang menjadi kepunyaan orang lain. istilah ‘kepunyaan’ orang lain ini sangatlah berbeda dengan kepemilikan dari orang terhadap barang miliknya. pengertian ‘kepunyaan’ ini sangatlah luas tidak hanya semata-mata hak milik tetapi juga tanggung jawab yang telah diberikan dalam undang-undang. Jenazah tidak dapat dimiliki oleh jenazah itu sendiri, karena hak milik mensyaratkan subyeknya orang yang bernyawa. si ahli warislah yang menjadi penanggung jawab atas jenazah tersebut seperti tanggung jawab yang telah diberikan Undang-undang tentang hukum keluarga. Sanksi: penjara 2 tahun 8 bulan.
Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHP à penghancuran benda-benda yang dapat dijadikan barang bukti tindak pidana. Sanksi: pidana penjara max. 9 bulan atau denda max. 300 rupiah.
Pasal 222 KUHP à pencegahan atau menghalang-halangi pemeriksaan mayat Sanksi: pidana penjara max. 9 bulan atau denda max. 300 rupiah
Sampai saat ini belum ada satu pun ketentuan hukum pidana yang mengatur tindak pidana mutilasi ini secara jelas dan tegas. namun tidak berarti pelaku dapat dengan bebas melakukan perbuatannnya tanpa ada hukuman. tindak mutilasi pada hakekatnya merupakan tindakan yang sadis dengan maksud untuk meniadakan identitas korban atau penyiksaan terhadapnya. oleh karena itu sangatlah jelas dan benar jika tindak mutilasi ini dikelompokan sebagai tindak pidana bentuk kejahatan.
Mengenai ketentuan hukum pidana yang mengatur, KUHP sebenarnya memberikan pengaturan yang bersifat dasar, misalnya mutilasi sebagai salah satu bentuk penganiayaan, penganiayaan berat atau tindak pembunuhan. Hanya saja memang sangat diakui dalam kasus yang terjadi, sangatlah jarang pelaku melakukan mutilasi bermotifkan penganiayaan. tindakan mutilasi seringkali terjadi sebagai rangkaian tindakan lanjutan dari tindakan pembunuhan dengan tujuan agar bukti (mayat) tidak diketahui identitasnya.
Pada titik ini seringkali aparat kepolisian hanya menganggap tindakan mutilasi sebagai tindakan menghilangkan barang bukti dengan demikian rasa keadilan masyarakat tidak terfasilitasi. Adalah tugas hakim untuk menggali nilai-nilai yang hidup di masyarakat dalam rangka membuat Yurisprudensi yang menetapkan tindakan mutilasi sebagai bentuk kejahatan.
D. Perbandingan Hukum Indonesia Dengan Hukum Islam Tentang Mutilasi
1. Pengertian Mutilasi
Mutilasi merupakan tindakan memotong-motong organ tubuh seseorang, baik dalam keadaan korban masih hidup maupun sudah tidak bernyawa dengan alasan untuk menghilangkan jejak korbannya maupun karena alasan dendam. Maraknya terjadi pembunuhan dengan mutilasi di Indonesia menimbulkan banyak pertanyaan di benak kita. Mengapa seseorang dapat melakukan mutilasi, apakah perbuatan tersebut dilakukan untuk menghilangkan jejak perbuatannya atau pelaku mengalami kelainan jiwa.
Di Indonesia sendiri tidak ada peraturan yang secara khusus mengatur tentang kejahatan dengan cara mutilasi ini. Pengaturan mutilasi pun akhirnya disamakan dengan pengaturan tindak pidana terhadap nyawa pada umumnya, yaitu dengan berpedoman pada pasal 338 dan 340 KUHP. Hal ini juga menjadi pertanyaan kita bahwa bagaimana Hukum Positif Indonesia memandang dan mengatur tentang mutilasi. Dalam skripsi ini dibahas dua pokok permasalahan terkait dengan hal tersebut, yaitu Pertama, menjawab faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya mutilasi. Kedua, menjawab pertanyaan bagaimana pengaturan mutilasi dalam hukum pidana Indonesia. Penulisan ini menggunakan gabungan metode penelitian normatif dan sosiologis untuk menemukan konstruksi hukum atau penemuan hukum baru serta data yang diperoleh dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Dalam kenyataannya, mutilasi bisa dilakukan oleh siapapun sepanjang pelaku mempunyai kemampuan psikologis dan adanya kondisi situasional yang memungkinkan terjadinya hal tersebut dengan tujuan untuk menghilangkan jejak maupun karena rasa dendam si pelaku. Pengaturannya pun tidak sembarangan karena sisi psikologi dan kriminologinya harus diperhatikan. Disinilah hukum pidana berfungsi dalam menentukan penjatuhan hukuman yang sesuai terhadap pelaku mutilasi.
2. Mutilasi Dalam Hukum Indonesia
Sebagai Negara hukum Indonesia memiliki kosekuensi untuk menjalankan pemerintahan berdasarkan pada hukum (rehch staat) dan semaksimal mungkin menegakkan kepastian hukum. Semua hal yang menyangkut kehidupan bernegara dan bermasyarakat wajib mengacu atau berpedoman pada norma-norma hukum yang ada. Seperti pada umumnya negara yang pernah di koloni oleh bangsa lain, kita menjalankan peraturan hokum yang kita adopsi dari hokum Kolonial itu. Yaitu civil law yang merupakan produk hukum peninggalan zaman Belanda dan merupakan bagian dari sistem hukum Eropa Kontinental.
Diantara Negara-negara yang ada di dunia ini, penerapan hukuman mati yang dianutnya memiliki cirri-ciri tesendiri, ada Negara yang menerapkan hukuman mati dengan cara eksekusi melalui tiang gantugan sebagaimana di lakukan oleh Amerika terhadap Sadam Husein, ada yang melalui suntik mati seperti yang diberlakukan di Belanda. Di Indonesia pelaksanaan eksekusi hukuman mati ini melalui cara ditembak tepat di posisi jantung dari terpidana.
Penerapan hukuman mati di Indonesia memang telah resmi dianut, namun demikian perbedaan pendapat dari berbagai pakar hokum dan kalangan praktisi terus berlangsung hingga hari ini. Sebagaian kalangan menilai hukuman mati tidak perlu diberlakukan di Indonesia karena dinilai tidak memberi manfaat terhadap upaya mengurangi kejahatan dan kurang berhasil memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan. Namun sebagian kalangan khususnya pemerintah memandang bahwa kumuanmati itu perlu untuk menjamin terwujudnya ketertiban di masyarakat dan memberi perlindungan bagi masyarakat. Sebagaimana pernah di sampaikan oleh Hendardi dari LBHI dan Mayasak Johan dari Komisi III DPR RI. Namun demikian penerapan dan pelaksanaan hukuman mati di Indonesia tetap konstitusional.
Beberapa pekan terakhir ini, media massa nasional di penuhi dengan berita yang menghebohkan yakni terjadinya peristiwa pembunuhan berantai oleh seorang pemuda bernama Ryan yang modusnya dengan memotong-motong tubuh korban. Maksud sipembunuh memotong-motong bagian tubuh korbanya mungkin untuk menghilangkan jejak agar tidak dapat dilacak oleh polisi. Peristiwa Kriminal dengan modus serupa belakangan ini seakan menjadi tren dalam aktfitas kejahatan pembunuhan di berbagai wilayah di Indonesia.
Beberapa hari yang lalu, eksekusi Sumiarsih dan Sugeng, ibu dan anak yang merupakan terpidana mati kasus mutilasi, dilangsungkan. Kedua pelaku mutilasi itu dieksekusi dengancara ditembak tepat pada posisi jantungnya, sebagaimana teknik eksekusi yang di gunakan di Indonesia.Yang menjadi tanda tanya kita semua dan merupakan hal yang paling menjadi obyek pertanyaan kita semua, mengapa bangsa yang dikenal santun dan berbudi pakerti luhur ini ternyata menyimpan benih-benih kekejaman yang luar biasa. Bahkan melebihi kekejaman yang pernah terjadi pada masa jahiliyah sekalipun. Kasus pembunuhan dengan mutilasi bukan merupakan pembunuhan biasa karena si pelaku mutilasi memiliki kemampuan untuk menjadi tega dan sedemikian keji terhadap korbanya.
Permasalahan sosial menyangkut fenomena kekejian tersebut merupakan bagian dari tanggung jawab kita semua. Karena itu berada dan hidup di lingkungan sekitar kita. Setidaknya ada beberapa aspek yang menjadi akar permasalahan mengenai penyebab yang mendorong terjadinya perilaku keji itu. Salah satunya adalah aspek kejiwaan dari si pelaku. Teori kriminologi memang membenarkan adanya unsure kejahatan dalam diri setiap manusia, bahkan kecenderungan anatomi tubuh seseorang yang berpotensi menjadi jahatpun oleh Lambroso dijabarkan secara panjang lebar. Menurut Lambroso unsur anatomi tubuh seseorang yang memiliki potensi untuk berbuat jahat itu ditandai dengan struktur tulang yang besar dan kasar.
Berbagai analisa dan kesimpulan dari petugas kepolisian menegaskan bahwa berbagai kasus mutilasi, oleh polisi disimpulkan bahwa penyebabnya dilatarbelakangi dendam si pelaku terhadap korbanya,sehingga mendorong pelaku ingn meluapkan perasaan dendamnya terhadap korban.
Jika demikian apakah kemudian vonis hukuman mati dapat memberi efek jera terhadap pelaku dan atau pelaku lain dan apakah kemudian kejahatan serupa berkurang? Ternyata tidak kendatipun terhadap kasus mutilasi ini pelakunya dijatuhi vonis hukuman mati oleh hakim, terbukti bahwa pembunuhan dengan modus mutilasi masih terus terjadi.Peristiwa pembunuhan berantai dengan modus mutilasi yang berdasarkan bukti-bukti awal polisi mengarahkan dugaan bahwa pelakunya adalah bernama Ryan, seorang pemuda asal Jawa Timur yang usianya masih tergolong muda dan termasuk dalam kategori usia produktif yakni 30 tahun. Seolah memunculkan dilematisasi kalangan masyarakat mengenai motif dan penyebab apa yang mendorong Ryan begitu keji dan tidak berfikir panjang, padahal ia masih bisa melakukan banyak hal positif yang berguna untuk hidupnya.
Disadari atau tidak kita sadari, bahwa disekitar kita saat ini sedang berkeliaran psikopat-psikopat yang mungkin kita ketahui, penyakit kejiwaan itu seolah tidak menunjukan tanda-tanda keanehan pada diri penderita, bahkan berdasarkan kasus-kasus sebelumnya, kebanyakan keterangan dari tetangga dekat pelaku mutilasi, mengatakan bahwa pelaku adalah orang yang pendiam dan santun, bahkan ada yang dikenal rajin ibadah. Itu menunjukan bahwa tidak mudah mengetahui ciri-ciri orang yang menderita kelainan mental seperti itu. bahkan mungkin kita adalah bagian dari mereka.
Itu artinya masyarakat kita sedang berada dalam suatu masalah kejiwaan akut yang latar belakangnya begitu kompleks. Apabila kita ulas kebelakang, berbagai alasan terjadinya peristiwa pembunuhan bahkan sampai orang tua membunuh anak-anaknya hanya karena himpitan ekonomi. Jika alasan sosial dapat menjadi pemicu terjadinya aksi kekerasan seperti itu, berarti peluang untuk bertambahnya jumlah psikopat di Republik ini akan semakin meningkat seiring dengan terjadinya krisis multi dimensi sekarang ini.
3. Mutilasi dalam perbandingan hukum Indonesia dengan hukum islam
Peristiwa pembunuhan maupun penganiayaan terus mengalami perkembangan yang diiringi dengan gaya dan model yang sangat beragam, dari cara yang paling sederhana sampai yang sangat tercanggih. Terkadang pembunuhan itu dilakukan dengan cara-cara yang keji seperti disiksa lebih dahulu, dibakar dan bahkan mutilasi. Menjadi suatu hal yang menarik karena mutilasi adalah pembunuhan yang diikuti dengan memotong-motong tubuh korban hingga menjadi beberapa bagian yang dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan bukti.
Tidak hanya itu, masalah sanksi terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan secara mutilasi ini dalam konstruksi hukum pidana Indonesia belum ada aturan yang pasti. Pasal yang sering dijadikan sebagai dasar hukum pelaku tindak pidana pembunuhan secara mutilasi adalah Pasal 340 KUHP dengan sanksi maksimal hukuman mati, yang terkadang hanya merupakan alternatif dari hukuman penjara.
Sedangkan dalam hukum pidana Islam sanksi yang dijatuhkan bagi pembunuhan sengaja adalah kisas. Dampak dari tindak pidana pembunuhan secara mutilasi ini sangat besar, disamping sadisnya pelaku dalam memperlakukan mayat korban, tapi juga mengakibatkan kerugian bagi keluarga si terbunuh dari dua sisi, yaitu mereka kehilangan orang yang mencari nafkah dan hatinya sedih karena kehilangan orang yang dicintainya. Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan.
Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik-komparatif, yang memaparkan, menganalisis serta membandingkan tentang kriteria tindak pidana pembunuhan secara mutilasi serta sanksinya baik dalam hukum pidana Islam maupun hukum pidana positif. Sebagai hasilnya dalam penelitian ini, bahwa pembunuhan secara mutilasi itu merupakan pembunuhan yang disengaja dan direncanakan ditambah dengan unsur kesadisan dari pelaku dalam menganiaya mayat korban (dalam hal ini memotong-motong mayat korban). Sanksi pidana kisas atau hukuman mati layak dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana pembunuhan secara mutilasi, dengan adanya sanksi pidana yang berat maka diharapkan kasus tindak pidana pembunuhan secara mutilasi ini tidak lagi dipandang sebagai pembunuhan biasa
Kejahatan mutilasi semakin marak terjadi di Indonesia. Mutilasi itu sendiri memiliki pengertian, yaitu tindakan memotong tubuh manusia menjadi beberapa bagian. Tak jarang kasus mutilasi sulit terungkap karena bagian tubuh korban yang terpotong tidak dapat ditemukan secara utuh. Pelaku biasanya berasal dari kalangan sekitar korban, misalnya keluarga maupun orang terdekat korban. Pengaturan hukum mengenai kejahatan mutilasi saat ini masih diatur dalam pasal 338 – 340 KUHP tentang pembunuhan biasa dengan pemberat pasal 181 KUHP yang mengatur tentang pengrusakan jenazah. Proses pembuktian untuk kasus mutilasi dimulai dari adanya laporan masyarakat, setelah itu dilakukan penyelidikan, dilanjutkan pada penyidikan, kemudian penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum, dan tahap terakhir dilimpahkan di pengadilan oleh Majelis Hakim. Untuk membuktikan dan mengungkap kasus mutilasi diperlukan adanya surat yang dibuat oleh doker ahli forensik atau dokter, yang dikenal sebagai visum et repertum (VeR). Definisi VeR adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan tertulis dari pihak yang berwajib mengenai apa yang dilihat atau yang diperiksanya pada tubuh manusia, bagian tubuh manusia atau yang diduga tubuh manusia berdasarkan keilmuannya dan berdasarkan sumpah, untuk kepentingan peradilan. Peranan VeR dalam pembuktian kasus tindak pidana mutilasi ialah untuk mengetahui bagaimana cara korban dibunuh, dengan menggunakan alat apa, kapan perkiraan waktu peristiwa tersebut terjadi, penyebab kematian korban, dan siapa pelaku tindak pidana tersebut sehingga akan memberikan keyakinan pada hakim dan membuat tuntas perkara pidana tersebut.
E. Penyebab Mutilasi
Kejahatan mutilasi biasanya terjadi tergantung kepada keadaan psikis si pelaku, dimana si pelaku cenderung mengalami gangguan kejiwaan, kejahatan memutilasi merupakan kejahatan susulan dari sebuah kejahatan pembunuhan, dengan maksud untuk menutupi kejahatan pembunuhan tersebut maka dilakukanlah pemutilasian tubuh korban, sehingga korban tidak diketahui keberadaannya ataupun jika diketahui maka akan menghambat penyidik untuk mengungkap identitasnya. Dari sisi ilmu kriminologi, secara definitive yang dimaksud dengan mutilasi adalah terpisahnya anggota tubuh yang satu dari anggota tubuh lainnya oleh sebab yang tidak wajar. Beberapa penyebab terjadinya mutilasi disebabkan oleh kecelakaan, bisa juga merupakan faktor kesengajaan atau motif untuk melakukan tindakan jahat (kriminal), dan bisa juga oleh faktor lain-lain seperti sunat. Sebagai suatu konteks tindak kejahatan biasanya pelaku melakukan tindakan mutilasi adalah dengan tujuan untuk membuat relasi antara dirinya dengan korban terputus dan agar jati diri korban tidak dikenali dengan alasan-alasan tertentu.
Alasan-alasan dilakukannya tindakan mutilasi oleh pelaku terhadap korban tentunya dilatarbelakangi oleh motif-motif tertentu pula. pelaku menderita gangguan jiwa, sejenis sadism. Pelaku terpuaskan bila orang lain menderita, terbunuh, terpotong-potong. Ini bisa diketahui dengan hanya melihat potongan-potongan tubuh tersebut. Pada umumnya kalau motif yang dilatarbelakangi oleh motif cinta, potongannnya adalah di bagian-bagian genetalia seperti payudara, penis, dan yang lain. Namun kalau motifnya dendam, umumnya yang dimutilasi adalah bagian kepala. Kedua motif ini biasanya dilakukan dengan sengaja dan terencana yang disebabkan oleh rasa tidak puas pelaku mutilasi terhadap korban, Namun, terlepas dari semua hal itu, kejahatan mutilasi sering sekali terjadi dilakukan oleh orang-orang yang memang mengalami depresi dan gangguan kejiwaan, bahwa dengan tidak memotong-motong tubuh korbannya, pelaku sering sekali tidak puas untuk menyelesaikan kejahatannya.
Adapun motif utama pembunuhan mutilasi adalah menghilangkan identitas korban sehingga identitas korban sulit dilacak, apalagi pelakunya. Menghilangkan identitas dengan cara memotong-motong tubuh juga mencerminkan kepanikan pelaku. Usai melakukan pembunuhan, pelaku biasanya panik dan mencari jalan pintas untuk menyelamatkan diri. pelaku pembunuhan mutilasi juga umumnya seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan apalagi jika pelaku berpikir untuk menghilangkan kepala, jari, dan tulang adalah cara pelaku untuk mempersulit penyelidikan. Jika organ-organ penting untuk identifikasi hilang, uji DNA (deoxyribonucleic acid) menjadi satu-satunya cara. Tapi itu bukan hal mudah, sebab uji DNA baru bisa dilakukan jika ada pembanding. ada dua kemungkinan orang melakukan mutilasi. Pertama, pelaku khawatir dirinya akan ditangkap bila meninggalkan korbannya secara utuh.
Mereka berpikir bila meninggalkan jejak, terungkapnya kasus tersebut akan sangat tinggi. Karena itu, untuk menghilangkan jejak, pelaku dengan sengaja melakukan mutilasi dengan harapan orang lain akan sulit mencari jejak korban maupun pelaku. Kedua, terlalu rapatnya beberapa kasus mutilasi yang terjadi akhir-akhir ini membuat para pelaku mengadopsi tayangan televisi atau media lainnya. Dengan demikian, para pelaku mengambil referensi dari berbagai ragam media massa,baik cetak maupun elektronik, yang tersebar di seluruh pelosok kota. Namun, kemungkinan yang paling besar adalah para pelaku panik dengan tindakan yang dilakukannya. Kemudian, mereka ingin aksi itu tidak diketahui banyak orang sehingga memutilasi korbannya.
F. Upaya mengatasi Kejahatan Mutilasi
Pelaku kejahatan pembunuhan dan mutilasi seperti Babe merupakan orang yang berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat. Tersangka memiliki kecenderungan untuk terus mengulangi kejahatannya bila tidak dihentikan. Oleh karena itu, Hukum
dinegara kita harus menjatuhkan hukuman yang berat bagi tersangka. Kecenderungannya untuk kembali melakukan tindak kejahatan besar. Karena itu, perlu penanganan hukum yang serius bagi tersangka.Kecenderungan anak yang menjadi korban kejahatan hingga pembunuhan adalah biasanya anak-anak yang tidak memiliki jaminan sosial seperti anak jalanan. Ada tiga aspek yang menyebabkan anak jalanan rentan menjadi korban kejahatan. Pertama, sebagian besar mereka tidak mendapatkan pengawasan yang baik dari orang tua mereka. Kedua, dorongan kondisi ekonomi yang memaksa mereka untuk bergantung pada orang lain. Ada ketergantungan kebutuhan ekonomi anak terhadap orang lain, karena tidak mereka peroleh dari orang tua, Sedangkan aspek ketiga adalah factor lingkungan yang cenderung kurang peduli dengan kondisi yang menimpa anak-anak tersebut. Untuk mencegah terjadinya hal yang sama, Hendaknya pihak orang tua harus meningkatkan pengawasan terhadap anak-anak mereka. Karena itu, peran serta pemerintah menjadi sangat penting.
Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan terhadap anak-anak jalanan, tanggung jawab Negara karena hal ini merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945 untuk memelihara anak-anak jalanan agar tidak dieksploitasi atau bahkan dibunuh dan dimutilasi serta dibutuhkan sosialisasi ajaran agama dalam penanaman kesadaran keluarga tentang perlunya keharmonisan kehidupan sosial secara intensif dari seperti Dinas sosial dan Tokoh agama. Dan untuk para penegak hukum hendaknya memecahkan berbagai problem kejahatan pembunuhan yang dilanjuutkan mutilasi ini dengan cara penegakan hukum yang baik, teknik pelacakan korban dan pelaku yang canggih, pengamanan Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang ketat serta ditunjang autopsi dan forensik yang tepat dan tentunya hal tersebut haruslah didukung oleh masyarakat dalam melaporkan kejadian dan siap menjadi saksi serta peran media massa sangat dibutuhkan agar masyarakat mengetahui kejahatan itu.
Hendaknya hukuman mati adalah yang pantas untuk pelaku pembunuhan dilanjutkan mutilasi sebagai hukuman atas tindakan yang dinilai sangat tepat. Hal ini dikarenakan pelaku telah melakukan pembunuhan secara sadis dan kejam. Terlepas dari unsur latar belakangnya, apapun mutilasi menurut hukum acara pidana (KUHAP) adalah perbuatan kriminal dan sebagai perbuatan di luar kewajaran. Jadi harus dituntut secara hukum antara lain dengan pasal 340 dan Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana dan pantas bila mendapatkan pidana mati atau seumur hidup. Sehingga hal ini akan menimbulkan efek jera dan tidak akan ada lagi pelaku mutilasi ini kedepannya. Semoga
G. Hukum Islam Terhadap Mutilasi
• Sunan Abu Dawud book 33, number 4396.
Diceriterakan oleh Jabir ibn Abdullah: Seorang pencuri dibawa kepada Muhammad, Ia berkata: Bunuh saja dia. Orang2 berkata: Rasulullah, ia hanya melakukan pencurian! Kemudian Nabi berkata: Jadi potong saja tangannya. Oleh karenanya tangan kanan pencuri tersebut dipotong. Pencuri itu dibawa untuk kedua kalinya dan Nabi berkata: Bunuh saja dia. Orang2 berkata: Rasulullah, ia hanya melakukan pencurian! Kemudian Nabi berkata: Jadi potong saja kakinya. Oleh karenanya kaki kiri pencuri tersebut dipotong. Pencuri itu dibawa untuk ketiga kalinya dan Nabi berkata: Bunuh saja dia. Orang2 berkata: Rasulullah, ia hanya melakukan pencurian! Kemudian Nabi berkata: Jadi potong saja tangannya. Oleh karenanya tangan kiri pencuri tersebut dipotong. Pencuri itu dibawa untuk keempat kalinya dan Nabi berkata: Bunuh saja dia. Orang2 berkata: Rasulullah, ia hanya melakukan pencurian! Kemudian Nabi berkata: Jadi potong saja kakinya. Oleh karenanya kaki kanan pencuri tersebut dipotong. Pencuri itu dibawa untuk kelima kalinya dan Nabi berkata: Bunuh saja dia. Akhirnya kami membawa pencuri itu pergi dan membunuhnya. Kami kemudian menyeret dia dan memasukkan dia dalam sebuah sumur dan melempari batu kepadanya.
Bayangkan seorang lelaki kepala rumah tangga yang adalah pengrajin anyaman tikar merangkap tukang becak dengan 5 orang anak terpaksa mencuri karena sudah tidak mungkin mendapatkan nafkah lagi karena becaknya di buang ke laut dan industri kerajinan tangan terkena dampak bom Bali. Hudud, sebagai bagian dari penerapan Syariah Islam yang “sempurna” dan menurut contoh (sunnah) Muhammad di atas maka orang itu terpaksa dipotong tangan kanannya. Alhasil lelaki malang itu tidak mungkin lagi kembali bekerja sebagai pengrajin anyaman tikar karena tangan kanannya barusan dipotong walaupun dampak bomb Bali sudah mulai reda dan export mulai bangkit kembali.
Karena masih tidak bisa mencari nafkah sedangkan kebutuhan anak isteri semakin mendesak, maka si lelaki tsb terpaksa nekat mencuri lagi. Ketika tertangkap maka kaki kirinya yang menjadi sasaran berikutnya dari hukum Hudud yang maha adil dan manusiawi. Lelaki yang sudah kehilangan tangan kanan kini juga kehilangan kaki kiri padahal sekarang penguasa Islam setempat baru saja mengatakan bahwa becak boleh beroperasi lagi. Karena tinggal satu kaki maka lelaki itu agak kesulitan untuk kembali menarik becak. Juga tidak mungkin kembali mengayam tikar karena tinggal satu tangan.
Dengan memberanikan diri karena anak-anak mulai terserang muntaber, maka sang lelaki tsb terpaksa mencuri untuk yang ketiga kali, dan tertangkap juga. Sesuai Hadist di atas tangan kirinya sekarang yang dipotong. Karena sudah kehilagan kedua belah tangan dan satu kaki, kesempatan sang lelaki dengan 5 anak yang terkena muntaber berat untuk mendapatkan nafkah secara wajar menjadi semakin susah. Keahliannya sebagai pengayam tikar sudah tidak mungkin dijalani lagi karena mau mengayam dengan apa. Menarik becak pun sudah tidak mungkin lagi dengan satu kaki dan tanpa tangan. Gimana beloknya?
Terpaksa si lelaki kembali mencuri untuk yang keempat kalinya karena dua anaknya sudah meninggal karena muntaber dan isterinya sekarang terserang demam berdarah. Tidak ada jalan lain kecuali mencuri lagi dan sekali inipun tertangkap basah. Sang lelaki malang itu pun diserat kehadapan pengadilan syariah yang menjalankan Hukum Allah (Hudud) dengan lurus dan sempurna. Tidak ada yang bisa menolong lelaki itu karena ini adalah Hukum Allah dan kaki kanannya pun melayang. Sekarang dengan tidak punya lagi tangan dan kaki, dan masih mempunyai tiga anak dan seorang isteri yang sakit parah, bagaimana lelaki itu bisa membiayai. Meminta-minta pun sudah tidak mungkin lagi karena tidak punya tangan, mau meminta-minta dengan apa?
Salah satu anaknya kembali meninggal karena tidak diobati dan isterinya pun meninggalkan mereka. Tinggallah seorang lelaki catat (baca dicacatkan oleh Hukum Islam yang manusiawi) dengan dua anak yang masih kecil dan belum begitu sehat. Untuk bisa melalui hari-hari yang maha sulit, mereka terpaska harus puasa penuh walaupun bukan saatnya bulan Ramadhan. Tetapi karena anak-anaknya sudah terlalu lapar dan lemas, lelaki itu dengan sisa tenaga dan keberaniannya yang didorong oleh rasa tanggung jawab seorang ayah, terpaksa mencuri lagi. Karena sudah tidak punya tangan dan kaki, kali ini ia mencuri makanan dengan mulutnya.
Tetapi dalam pencurian kelima inipun ia tertangkap basah karena memang agak sulit mencuri tanpa tangan dan kaki. Nggak bisa kabur. Sesuai dengan hukum Hudud, lelaki itu akhirnya dibunuh karena sudah tidak ada lagi yang bisa dipotong kecuali lehernya. Anak-anaknya yang sudah lemas pun akirnya menemui ajal yang kedatangannya dipercepat karena Hudud. Demikianlah, sebagai bagian dari penerapan hukum Syariah Islam yang maha adil, sempurna, dan manusiawi, melalui hukum Hudud potong tangan potong kaki, seorang yang terpaksa mencuri harus kehilanggan nyawanya. Bukan hanya dia yang kehilanggan nyawa, tetapi ada 6 lagi nyawa yang ikut melayang karena HUDUD.
• Shahih Muslim No.86
Hadis riwayat Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah berkata: Tidak ada pezina yang di saat berzina dalam keadaan beriman. Tidak ada pencuri ketika mencuri dalam keadaan beriman. Begitu pula tidak ada peminum arak di saat meminum dalam keadaan beriman.
• Shahih Bukhari, Vol 8, Book 81. Hadith 763.
Dikisahkan oleh Abu Huraira: Rasul Allah berkata, “Ketika seorang pezina melakukan perzinahan, saat dia melakukan itu dia bukanlah orang beriman, dan ketika seseorang minum suatu minuman beralkohol, saat dia meminum itu dia bukanlah orang beriman, dan ketika seorang pencuri mencuri, saat dia memencuri dia bukanlah orang beriman; dan ketika seorang perampok merampok dan orang-orang memperhatikan dia, dia bukanlah orang beriman ketika melakukan hal itu.”
Bisa kita lihat dari kedua hadist tersebut diatas, seorang Muslim yang mencuri menjadi kafir hanya pada saat ia mencuri. Setelah itu ia kembali menjadi seorang Muslim. Dan pengampunan terbuka setelah ia mencuri. Saya percaya pada pengampunan dosa. Memang mereka yang berbuat harus menanggung hukuman. Mereka perlu diberi kesempatan untuk bertobat dan diampuni dari perbuatannya yang keliru secara total dan menyeluruh tanpa membuat cacat fisik ataupun mental. Karena setiap orang pasti tidak ada yang luput dari kesalahan.
• Malik Muwatta. Book 41. The Mudabbar. Hadith 028.
Dikatakan kepada Safwan ibn Umayya. ““Siapapun uang tidak melakukan hijrah akan dimusuhi” Maka Safwan ibn Umayya pergi ke Madina dan tidur di dalam mesjid dengan jubahnya sebagai bantal. Seorang pencuri datang dan mengambil jubah nya namun Safwan berhasil menangkap pencuri itu dan membawanya kepada rasulullah. Setelah memberkati pencuri itu dia berkata, ” Anda mencuri jubah ini?” Ia berkata, ” Ya.” Sehingga rasulullah, memerintahkan agar tangan pencuri tersebut dipotong. Safwan berkata kepada Rasul, ” Aku tidak menginginkan jubah itu lagi, jubah ini kuberikan kepadanya sebagai sedekah. Rasulullah kemudian berkata; “Kenapa kamu tidak melakukan itu sebelum membawa dia kepadaku?”
Bijaksanakah Muhammad yang menyebabkan kecacatan seseorang yang mencuri sebuah mantel padahal yang orang dicuri sebenarnya rela memberikan kepadan pencuri tsb sebagai sedakah? Dan perhatikan jawaban Muhammad. Sementara orang malang tsb. sudah terlanjur kehilangan tangannya.
1. Hadis yang Dijadikan Dasar Dalam Memutilasi Manusia
• Sahih Bukahri, Volume 8, Book 81, Number 791:
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah berkata: “Allah melaknat pencuri yang mencuri telur kemudian dipotong tangannya, lalu mencuri tali dan dipotong tangannya.”
• Shahih Muslim No.3189
Hadis riwayat Aisyah ia berkata: Rasulullah. memotong tangan pencuri dalam (pencurian) sebanyak seperempat dinar ke atas.
• Shahih Muslim No.3193
Hadis riwayat Aisyah., ia berkata: Pada zaman Rasulullah. tangan seorang pencuri tidak dipotong pada (pencurian) yang kurang dari harga sebuah perisai kulit atau besi (seperempat dinar) yang keduanya berharga.
• Shahih Muslim No.3194
Hadis riwayat Ibnu Umar.: Bahwa Rasulullah. pernah memotong tangan seorang yang mencuri sebuah perisai yang berharga tiga dirham.
• Shahih Muslim No.3195
Hadis riwayat Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah. berkataa: Allah melaknat seorang pencuri yang mencuri sebuah topi baja lalu dipotong tangannya dan yang mencuri seutas tali lalu dipotong tangannya.
• Shahih Muslim No.3205
Hadis riwayat Ibnu Abbas: Bahwa Nabi bertanya kepada Ma`iz bin Malik: Apakah benar berita yang sampai kepadaku mengenai dirimu? Ma`iz bin Malik bertanya: Apakah yang telah engkau dengar tentang diriku? Rasulullah. berkata: Aku mendengar bahwa kamu telah berzina dengan seorang anak perempuan keluarga si fulan. Ma`iz bin Malik menjawab: Ya, benar! Bahkan ia bersaksi empat kali, kemudian Rasulullah. memerintahkan lalu ia dirajam.
• Shahih Muslim No.3211
Hadis riwayat Abdullah bin Umar.: Bahwa seorang lelaki dan perempuan Yahudi yang telah berzina dihadapkan kepada Rasulullah. Lalu berangkatlah Rasulullah sampai beliau bertemu dengan orang-orang Yahudi dan bertanya: Apakah hukuman yang kalian dapatkan dalam Taurat bagi orang yang berzina? Mereka menjawab: Kami akan mencorenghitamkan muka keduanya, lalu menaikkan keduanya ke atas tunggangan lalu menghadapkan mukanya masing-masing kemudian keduanya diarak. Beliau berkata: Datangkanlah kitab Taurat, apabila kalian benar. Kemudian mereka membawa kitab Taurat lalu membacakannya hingga ketika mereka sampai pada ayat rajam, pemuda yang membaca itu meletakkan tangannya di atas ayat rajam itu dan hanya membaca ayat yang sebelum dan sesudahnya. Lalu Abdullah bin Salam yang ikut bersama Rasulullah. berkata kepada beliau: Perintahkanlah ia untuk mengangkat tangannya. Pemuda itu lalu mengangkat tangannya dan setengah di bawah tangannya itu adalah ayat rajam. Kemudian Rasulullah memerintahkan keduanya sehingga dirajam. Lebih lanjut Abdullah bin Umar berkata: Aku termasuk orang yang merajam mereka berdua. Aku melihat yang laki-laki melindungi yang perempuan dari lemparan batu dengan dirinya sendiri.
Allah menurunkan Al Qur'an untuk menjadi petunjuk bagi manusia dalam Kehidupan di Dunia dan Akhirat. Islam tidak hanya mengatur kehidupan akhirat, tetapi juga dunia dan menyeimbangkan antara keduannya.
Dalam Islam Pelaku Pembunuhan mendapat Hukuman Qisas/Hukum mati.Pembunuhan dalam Islam adalah DOSA BESAR. Seperti yang dijelaska Dalam Surat Al Isra “ Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara lalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.”
Mengenai dasar Hukum Qisas ada di Al Maa'idah : 45 “ Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. Barang siapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang lalim.”
Dan Qisas dapat memberikan pelajaran bahwa KEADILAN harus ditegakkan. Keluarga korban pembunuhan pasti menghendaki pelaku pembunuh mendapat Hukuman mati. Qisas juga dapat memelihara keamanan karena ancaman qisas mendorong orang berfikir lebih jauh lagi bila ada niat untuk melakukan pembunuhan dan dapat memberantas kejahatan. Seperti yang dijelaska Dalam Surat Al Baqarah “Dan dalam kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar